Kamis, 14 Juni 2012

: Fragmen

Dia menekuni pasir pantai seraya menghitungnya satu per satu. Tersemburat wajah penuh belas kasih pada wajahnya: hal yang lazim kita temukan pada orang yang sedang membongkar celengan dan menghitung isinya.
Bahagia.

Ia sedang tidak di sana. Entah ke mana, antariksa atau apa. Setelah 1 jam akhirnya ia kembali dari antariksanya.

"Hei, sejak kapan?" katanya dengan wajah penuh kemenangan--kuduga ia berhasil menangkap Lyra atau Canopus atau semacamnya dan dengan sembunyi-sembunyi ia simpan dalam saku lalu bersikap aku tak tahu.

"Umm.. Sejaak.. kamu begini...," kutirukan gaya menekan-nekan hidung layaknya tombol yang sering ia lakukan ketika berpikir, "terus begini... Begini... Begini...," sambil kutirukan semua gerakannya tadi.

"Hahahaha.. Masak sih aku begitu?"

Pffft.. Ternyata betul tadi ia tidak di sana.

"Eh, kamu tahu," katanya tiba-tiba, "Mengapa laut di depan kita ini berwarna biru?"

Aku memasang tampang berpikir keras lalu menjawab, "Tidak tahu." Dia pasti bukan mau mengajakku belajar IPA.

"Laut itu berwarna biru biar matching."

"Matching?"

"Iya. Sama baju kita.."

Aha. Benar kan? Dia tidak berniat belajar IPA. Mataku tanpa dikomando langsung menuju baju birunya dan baju biruku lalu laut lalu pengunjung yang lain.

"Em... Lalu bagaimana dengan mereka yang memakai baju selain biru?"

"Kita istimewa. Sampai-sampai laut mau memadankan dirinya dengan kita, tahu.. Hahahaha... ."

Tawa jahilnya tampak melebar. Pandangannya menembus lazuardi senja itu. Aku masih merasa ia tidak sepenuhnya di sini.

Gembira.
Sangat gembira.
Tapi tidak di sini, di pantai ini.



2 komentar:

  1. nice short story. Buat imajinasi melayang

    Nice Share
    http://www.beanpedia.net
    @beanpedia

    BalasHapus