Jumat, 15 April 2016

Skypiea, Yay! (Pengalaman Terbang bersama Garuda Indonesia)

          Ehehehe, nggak seperti Skypiea di One Piece sih, tapi kurasa pas banget kalau pengalaman pertamaku naik pesawat itu seperti sedang mengunjungi Skypiea, kota di atas awan. Pertama kali naik pesawat, pertama kali naik Garuda Indonesia. Yuk, sini aku ceritakan!
          Rabu, 23 Desember 2015, rumah kami riweuh. Hari itu kami bersiap berangkat ke Riau, rumah nenek berada. Sekitar pukul 08.30 kami sudah sampai Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Ya, GA 144 yang akan kami tumpangi bertolak dari Cengkareng. Sebenarnya, kami lebih mudah naik dari Bandara Halim Perdana Kusuma, lebih dekat rumah, tapi ya sudahlah, karena beberapa pertimbangan semisal jam penerbangan, kami memilih Soetta.
          Karena ini penerbangan pertama kami (aku, adik, dan Mama), aku memastikan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Aku memilih Garuda Indonesia karena yakin Garuda akan membuat kami terbang dengan nyaman dan merasa aman. Budget? Emmm, karena kala itu high season, semua maskapai memasang harga tinggi. Tapiii… sebenarnya kalau kita mau rajin ngecek, sering lho maskapai memberi harga spesial, lebih murah dibanding biasa. Waktu itu, alhamdulillah kami dapat harga Rp870.000,00 per orang (untuk 23 Desember 2015) dan Rp875.000,00 per orang (untuk 27 Desember 2015). Istimewa! Menjelang keberangkatan sih aku cek tiket Garuda dengan tujuan yang sama harganya 1,9 juta rupiah.
          Oh ya, untuk mendapatkan tiket tersebut, aku siagakan (eyak bahasanya!) beberapa aplikasi: tiket(dot)com, airpaz, skyscanner, dan wego. Sempat juga sih cek di situs Garuda Indonesia-nya. Cuma, berhubung masih galau akan terbang naik apa, jadi nggak mengikuti situs itu deh. Terus, akhirnya dapat tiketnya dari mana? Hehehe, tiket(dot)com. Cara booking-nya pun mudah. Aku yang belum pernah gunakan aja merasa gampang kok. Tinggal cari tujuan yang kita mau, nanti terbentang beberapa pilihan maskapai lengkap dengan fasilitas yang disediakan. Unduh aja aplikasinya di Play Store.
*** 

           Aku senang sekali ke bandara. Untuk terbang beneran. 
          Hm, jadi, dulu itu, sekitar tahun 2010 kalau nggak salah, aku datang ke bandara untuk… bimbingan skripsi! Dosen pembimbingku akan terbang ke Jember soalnya. Jadilah bimbingan sambil antre masuk terminal. Hahaha.
          Garuda Indonesia berada di terminal 2, satu gedung dengan penerbangan internasional. Ruang tunggunya nyaman. Yang paling membahagiakanku ya… lihat pesawat Garuda yang mondar-mandir. Aku kepengin melihat pesawat yang take off, tapi terhalang gedung lain. Hauft.
Nonton pesawat akan parkir
  
          Untuk menuju pesawat, kami harus naik bus. Kami naik bus dari ruang tunggu. Pengalaman ini bagiku seperti wisata keliling bandara. Hehehe.

Pesawat yang sedang parkir
Di dalam bus menuju pesawat yang ke Pekanbaru (PKU)

          Masuk ke dalam pesawat kami disambut oleh sepasang kru Garuda Indonesia. Mereka menyambut kami dengan senyum bersahabat dan kami dipersilakan mengambil surat kabar yang sudah disiapkan. Aku mengambil satu lalu masuk ke dalam kabin.
          Kabin bagian depan merupakan kabin untuk kelas bisnis. Formasi (beuh, formasiiii…) tempat duduknya 2-2. Bangkunya besar dan tampak nyaman sekali. Eits, tapi tempatku bukan di situ, melainkan di kabin ekonomi. Antara kabin bisnis dan kabin ekonomi hanya dipisahkan dengan sebuah tirai.
          Tidak seperti kelas bisnis, tempat duduk kelas ekonomi memiliki formasi 3-3. Kami mencari tempat duduk dan mendapati kursi kami berada di belakang pesawat. Baguslah. Posisi wuenak untuk memotret. Hehehe, jangan bilang-bilang sama kru Garuda, ya! Nanti nggak boleh motret, lagi. 
          Aku duduk nyaman di kursiku. Memasang pengaman lalu melihat-lihat kantung yang berada di depanku. Ada headset (yang masih terbungkus plastik), kertas petunjuk yang dilengkapi gambar (cocok sekali untuk orang yang baru terbang pertama kali sepertiku), majalah, hingga kantung kertas yang siapkan untuk orang yang mabuk udara. Oh ya, monitor ditempelkan di bagian belakang bangku depanku.
          Aku menyalakan monitor dan menghubungkan kabel headset ke monitor. Beberapa pilihan disediakan untuk menemani perjalanan: tayangan wisata di Indonesia, lagu-lagu, film, dan games. Sayangnya, layar sentuhnya kurang sensitif. Jadi ya… harus menekan agak keras untuk bisa memilih-milih tayangan. Aku memilih memutar lagu saja karena toh aku yakin aku akan lebih banyak lihat-lihat (pemandangan) daripada menonton (film).
           Konon, take off dan landing menjadi bagian yang tidak menyenangkan bagi beberapa orang. Aku mencatat baik-baik bagian ini dan bersiaga penuh ketika akan mengalami dua bagian itu. Dari pengalamanku, kalau kita santai, tidak tegang, kemudian kepala tertempel lekat di kursi, kepala nggak akan sakit. Untuk mengatasi telinga yang berdenging, aku menelan ludah. Biasanya pendengaranku akan normal lagi. Punya cara lain?
*** 

          Pesawat tahu-tahu sudah di antara awan. Seperti belum puas, dia naik terus menembusi awan-awan. Bila biasanya aku melihat awan itu jauh sekali di atas, kali ini aku melihat awan jauh sekali di bawah. Sama-sama jauh. Hahaha.
          Awan-awan itu mengingatkanku dengan awan kinton di Dragon Ballz. Adikku ingatnya skypiea. Aku mengiyakan. Hahaha. Maklumlah, kami penggemar anime (beberapa aja sih) jadi bayangannya pun nggak jauh dari anime.
Di atas laut. Biru (laut), biru (langit), dan biru (Garuda).
SKYPIEA. HURAY!

          Selain mengingatkan dengan awan kinton dan Skypiea, aku juga ingat lagu “Negeri di Awan”-nya Katon Bagaskara (sekaligus film Anak Seribu Pulau) dan lagu “Bercinta di Awan”-nya Nicky Astria. Buuuulan madu di awan biruuuu… . Dia salah. Awan itu putih, bukan biru. Hehe.
Awannya putih!

          Selagi kami menikmati pemandangan itu, kami ditawari permen oleh seorang pramugara. Tak lama kemudian kami diberi makan siang. Makan siang pertama di langit! Nih menunya:
Menu ketika berangkat. Nyam, nyam..

           Waktu pulang ke Jakarta, kami tepat di jam makan malam. Jadilah, makan malam pertama di langit! Ini menunya:
Menu ketika pulang

           Dari dua pengalaman itu, aku memperhatikan pramugara dan pramugari yang bertugas. Mereka tampak sibuk dan dengan cekatan menyiapkan makan dan minum penumpang. Sayangnya, karena kesibukan itu, mereka tampaknya tidak menyadari mereka memberi senyum terbatas kepada kami—bukan jenis senyum bersahabat yang dipakai sepasang penyambut di awal penerbangan. Apalagi dengan senyum seperti iklan di televisi. Ah, ya sudahlah. Manusiawi. Mungkin mereka lelah.
          Oh ya, satu tempat yang paling ingin aku ketahui: toilet pesawat. Selesai makan, aku pergi ke toilet yang terletak di bagian belakang pesawat. Toiletnya apik, bersih, dan semua tertata. Kalau sempit mah ya pasti. Namanya juga toilet di pesawat. Sekembalinya dari toilet, Mama bertanya, “Gimana, Mbak? Di belakang itu ada dapurnya juga?”
          Si Mama mikir kalau makanan yang kami makan tadi baru saja dibikin di dapur (yang dia pikir ada di belakang pesawat) dan yang memasak makanan kami itu pramugari yang bertugas di pesawat saat itu. Aku menjelaskan kalau itu katering. Sebelum Mama bertanya lagi tentang cara memasukkan katering itu ke pesawat atau harga makanan tadi atau pesan makanan di mana, aku melihat lagi ke luar jendela dan asyik ngobrol dengan adik tentang pemandangan di bawah.

Kalau kamu dadah-dadah dari bawah sana, aku ndak lihat, lho!
Ini pemandangan menjelang mendarat di Pekanbaru. Lupa zoom berapa kali.

           Ketika akan mendarat, Om Pilot memberitahukannya melalui pengeras suara (tentang ketinggian pesawat juga diinformasikan sih). Pesawat berhasil mendarat dengan mulus. Nggak semengerikan yang kukira. Alhamdulillah.
          Meskipun pada tanggal 27 Desember 2015, penerbangan sempat delay 30 menit dan ketika akan mendarat di Soetta mesti antre dulu sehingga kami berputar-putar di atas laut selama kurang lebih 30 menit, secara keseluruhan pengalaman pertamaku seru banget. Asyik deh naik Garuda Indonesia! Kami, terutama Mama, nggak takut naik pesawat. Yay!

Mama dan adikku berpotret ketika turun di Soetta

Aku mejeng di depan Bandara Sultan Syarif Kasim II
(aih, kenapa sampingan sama tempat sampah sik?)