Kamis, 31 Maret 2011

Makhluk apa Ika Fitriana sebenarnya?

Oh, oh, oh,
hari ini saya akan bicara tentang Ika Fitriana.

Usia seperempat abad yang sedang berjalan ini tak juga membuat saya mengenal Ika Fitriana lebih baik dari siapa pun.

Siapa dia sebenarnya?

Um, kadang saya pikir dia mungkin hasil pernikahan silang stegosaurus dengan alien,
atau mungkin peranakan lumut dengan malam?
Saya tak tahu benar dia itu yang mana.

Pada satu waktu dia menjelma menjadi anak kucing,
tapi lain waktu dia bermetamorfosis menjadi singa,
lalu menjadi bunglon dan memudar.

Uh, uh, saya puyeng..
Sekarang coba tolong saya,
siapa dia sebenarnya??


Bukan orang hebat..

Kamu bukan pemain silat
yang kuat setiap saat

Kamu bukan pemain akrobat

yang pandai meloncat

Kamu itu lelaki biasa

dengan gitar di pangkuan
dan rokok di tangan

Kamu itu orang biasa

yang bisa merasa luka..

Selasa, 29 Maret 2011

pesan..


Saya dititipi pesan dari teman di lantai 1 untuk teman di lantai 3.
Pesannya berupa pertanyaan:
teman yang di lantai 3 itu izin berapa kali?

Sepanjang perjalanan ke atas,
saya mengunyah pesan itu,
ini saya lakukan untuk mengingat pesan yang diamanatkan kepada saya.
“berapa kali izin?”
“berapa kali izin?”
“berapa kali izin?”
saya lafalkan berulang-ulang seperti mantra
meskipun tidak bersuara keras
--atau bahkan tidak bersuara.

Kebiasaan ini saya lakukan sejak kecil.
Ketika itu, saya sering diminta ibu untuk membeli sesuatu ke warung.
Jarak antara warung ke rumah saya itu dekat.
Yaah.. kayak dari MAN ke rusun.
Kayak dari pasca ke blok M.
Kayak dari pege RM ke tukang gorengan pinggir jalan.
Deket, kan?

Nah, dengan jarak sedekat itu saja,
Saya seringkali lupa dengan pesan ibu saya,
apalagi yang dipesan banyak,
apalagi jika konsentrasi saya terganggu:
diajak ngobrol temen atau ibu tetangga (atau cuma disapa),
liat layangan putus,
atau nginjek tai ayam.
Bisa bubar jalan itu ingatan.

Pernah malah sesampainya di warung,
Saat si ibu penjual bilang,
“tuku opo, Ik?”
(artinya: beli apa, Ik?)
Saya jawab,
“Eh, emm.. apa, ya, Bulek?
Lupa..
Nanti dulu, deh, Bulek..
Aku tanya mama lagi..”
Ting.
Saya pulang lagi.
Tinggallah si ibu penjual geleng-geleng kepala
dan ibu di rumah marah-marah karena saya (untuk ke sekian kalinya) lupa.

Dikira saya nggak kesal apa.
udah disuruh-suruh,
lupa,
pulang dulu,
truz ke warung lagi.
Emang saya pernah minta jadi pelupa?
Belom lagi kalo di warung lagi antre.
Sebentaran aja bisa lupa,
Apalagi kalo lama nunggu?

nah, karena seringnya lupa,
ibu saya lantas memikirkan cara jitu untuk menyiasatinya.
Ia menyuruh saya mencatat pesannya
(ketika saya sudah bisa menulis tentunya).
Sejak itu,
saya selalu mencatat hal-hal yang harus dibeli (dan diingat)
meskipun hanya beli cabe lima ratus rupiah
dan tetap melafalkan pesan seperti mantra tentunya..
“cabe 500.. cabe 500.. cabe 500… .”

Senin, 28 Maret 2011

merebut

Apa Anda percaya dengan konsep “merebut pasangan orang”?

Gara-gara ngomongin tentang Aa Gym, Teh Nini, dan Teh Rini,
pembicaraan melebar ke arah teori “merebut”.

Seorang teman bertanya,
“Apa Teh Rini itu bisa dibilang merebut Aa Gym?”

Ah.
Iya, ya.
Apa Teh Rini itu merebut?
Apa ada konsep “merebut pasangan orang lain” dalam persoalan hati?

Dalam kata “merebut” terkandung unsur keterpaksaan
(“merebut” itu mengambil dengan paksa, bukan?).
Ada salah satu—atau lebih—pihak yang terpaksa.
Kalo dibilang A merebut si B,
Berarti si B seharusnya terpaksa, dong?
Nah, kalo si B-nya juga demen,
Apa bisa dikategorikan “merebut”?

Intinya, sih,
Kalo menurut saya,
Tidak ada keterpaksaan dalam persoalan hati.
Suka sama si A ya suka aja.
Mengenai kebersamaan
(mereka akhirnya bersama atau tidak)
Itu pilihan.
Gitu aja.

"Mau ke mana?"

Kejadian ini merupakan lanjutan dari kejadian yang saya ceritakan di catatan sebelumnya.
Urutannya begini:
malam sebelumnya saya chat dengan Khalila Zhafira,
paginya mengucapkan “selamat ulang tahun” kepada “Ana”,
dan malamnya kejadian ini.

Ehm, sebenarnya sih.. siangnya juga ngaco.
Saya tidak dapat memahami sms teman saya
dan meminta teman saya yang lain untuk menerjemahkannya.
Sayangnya, saya masih tidak paham juga
--yang padahal dalam keadaan biasa sms itu gampang dipahami:
Minta dibawakan soal.
Karena tidak pahamnya saya dengan sms itu,
saya lantas meminta teman yang menerjemahkan itu
untuk membalas sms tersebut.
Maklum, ketika itu tenggat litbang mengeluarkan soal tes.
Hehehehe..
Jadi, ya…
Begitulah..

Nah, inti dari catatan ini adalah peristiwa yang terjadi pada malam harinya.
Ketika itu saya dan teman-teman berencana mampir ke “Al-Fath”,
sebuah toko busana muslim di Rawamangun,
yang dekat dari Primagama Rawamangun
dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Saat itu kami keluar gedung seperti biasa:
Bersama-sama dan bercanda-canda.
Sesampainya di pinggir jalan,
Saya secara otomatis menyetop angkot bernomor 02
dan buru-buru naik ke atasnya karena lalin malam itu padat merayap.

Selama beberapa menit,
Saya merasa aneh.
Saya merasa suara teman saya hilang.
Ah, benar saja.
Mereka tidak naik ke angkot itu.
Saya melihat mereka tertawa terpingkal-pingkal di pinggir jalan itu.

“Ih, kenapa, sih, mereka?” pikir saya.

Mereka tertawa sambil menunjuk-nunjuk.

“Ah, gue salah naik angkot, ya?
Emang ini 02 monyong apa?”
Pikir saya lagi sambil meneliti angkot tersebut.
Fyi, di Balai Pustaka itu
melintas dua model angkot bernomor 02:
  1. M 02 kijang ( = monyong) jurusan Rawamangun – Kampung Melayu.
  2. JT 02 carry jurusan Rawamangun – Pangkalan Jati (Kalimalang)

Saya menatap kedua teman saya dari angkot.
Mereka makin terpingkal-pingkal
sambil memegangi perut dan sesekali menunjuk-nunjuk speechless.

Sang supir angkot yang pengertian, menurut saya,
bertanya kepada saya,
“Neng, itu temennya naik, nggak?”

“Nggak tau, deh, Pak..”
Jawaban yang aneh karena biasanya kami bertiga biasa satu angkot
tapi tentu saja ketika itu saya tidak berpikir sejauh itu
--eh, apa malah nggak mikir?

Akhirnya saya memutuskan untuk turun dari angkot karena teman-teman saya tak kunjung naik.
“Saya turun aja, deh, Pak..
Salah naik angkot kayaknya..
Maaf ya, Pak..” kata saya ke supir angkot.

Seturunnya dari angkot,
Saya langsung menghampiri dua teman saya yang masih tertawa-tawa setengah berjongkok itu.
“Kenapa, sih?
Emang gue salah naik angkot, ya?
Kan bener itu 02 Pangkalan Jati..
Bukan 02 monyong..” protes saya panjang lebar kepada kedua teman saya itu.

Mendengar protes saya,
Tawa keduanya malah meledak lagi.

Setelah beberapa lama,
Ketika akhirnya tawa mereka mereda dan sanggup bicara,
Salah satunya bertanya,
“Mb Ikaaa..
Mb Ika mau ke manaa?”

“Mau pulanglah.”

“Huahahahahahahaha..”
Tawa mereka berderai lagi.

“Kenapa, sih?”

“Kita tadi rencananya mau ke mana, Mb Ikaaaaa?”

*nepok jidat.
“Oh, iya..
Kan kita mau ke Al-Fath, ya..
Truz, ngapain gue naik angkot?”

dia bernama "Ana"

Ini masih gara2 nickname di efbe
dan terjadi di pagi hari setelah semalamnya chat dengan si “Khalila Zhafira” itu.

pagi itu saya bangun seperti biasa,
biasa buka hape
dan biasa buka efbe
(mumpung pulsa mendukung).
Ada seorang teman yang berulang tahun hari itu.
Namanya “ana al-faqir”.

Sepanjang ingatan saya,
Saya mengonfirmasi dua orang teman bernama “Ana”, yakni:
Anna Fauziah (teman SMA)
dan Ana Nur (teman pege).
Saya pikir,
“ana al-faqir” ini adalah teman pege
karena Anna Fauziah sekarang menggunakan nama aslinya.

Dengan pede tak bersalah,
Saya menulis di dindingnya:
“Mb Anaaaaaaaaaaaaaaaaa..
Selamat ulang tahun, yaaaaaaaaa…
Bla.. bla.. bla.. (sederet doa-lah pokoknya)”

Ah, apa Anda tahu komentarnya?

Dia jawab kurang lebih begini:
“syukron ucapannya, ukhti.
Tapi afwan, ana ikhwan, bukan akhwat..”

Hiiiiiiiiiiiiiiiiiaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh…
Ternyata itu nickname cowooooooookkk…
Booaaelaaaaaaaaaaahhhh..
tak kira mbak Ana…


*dan sampe sekarang saya nggak tau itu siapa karena PP-nya juga bukan fotonya.. saya juga lupa masih mempertahankan sebagai teman atau nggak karena kalaupun masih jadi teman, dia ganti nickname lagi, deh, kayaknya.. tapi “teman bersama”-nya sih (lagi2) temen MAN (dan kemungkinan besar nggak seangkatan).

khalila zhafira

Pernah ada sebuah permintaan pertemanan di efbe dari seorang kawan bernama Khalila Zhafira.
Ia menggunakan PP seorang bayi yang sedang tengkurap.
Seingat saya,
Saya tidak memiliki teman bernama demikian.
Awalnya saya pending konfirmasi karena saya harus yakin bahwa saya mengenal orang tersebut
--atau yakin bahwa kemungkinan saya akan kenal dengan orang tersebut.
Namun, setelah melihat “teman bersama”-nya adalah teman-teman SMA yang seangkatan,
saya menjadi yakin bahwa Khalila Zhafira ini adalah teman saya ketika SMA
dan dia menggunakan foto + nama anaknya sebagai profilnya.
Saya pun mengonfirmasinya.

Setelah dikonfirmasi,
Tanpa disangka ia mengajak chat.
Berikut kutipannya:

Chat I:
Khalila Zhafira (KZ) : “Assalamualaikum … .”
Ika Fitriana (IF / saya): “Waalaikumsalam … . (mikir: waduh, ini siapa, ya?)”
KZ                               : “Apa kabar, Ka?”
IF                                 : “Baik2..” (jawaban normal tapi masih mikir PERSISnya siapa orang ini)
KZ                               : “Masih ngajar di Primagama, Bu?”
IF                                 : “Oh, masih2..” (mikir: oh, dia tau gw gawe di Pege).
KZ                               : “Enak, ya.. sering kumpul ma anak2..”
IF                                 : (mikir: anak2 di sini siapa, ya? Kan nggak enak kalo dia tahu tentang kita tapi kita nggak tahu siapa dia. Lantas inget “teman bersama”-nya adalah teman-teman SMA seangkatan. Apa maksudnya teman2 SMA? Agar lebih yakin, saya buka chat dengan seorang teman SMA yang juga lagi online. Khalila Zhafira saya diamkan..)

Chat II.
Ika Fitriana (IF alias saya)                              : “Eh, Suneo.. Khalila Zhafira siapa, yak?”
Muhammad Ridhwan (MR alias Suneo)      : “Kaga tau.”
IF                                                                     : “Anak MAN bukan, sih?”
MR                                                                  : “Iya, kali.”
IF                                                                     : “Emm.. Aay bukan, ya?”
MR                                                                  : “Nurul kali..”
IF                                                                      : “Bukan. Nurul mah Nurul Maulidya.. Siapa, ya? Dia ngajak chat, nih..”
MR                                                                  : “Tau. Gue juga lagi chat ma dia..”
IF                                                                      : “Jiaaaah.. bocor.. ternyata lu juga lagi chat  ma doi.. dan nggak tau siapa dia..”
MR                                                                  : “hehehe..”

Oke.
Tidak ada jawaban pasti
dan saya masih tidak tahu Khalila Zhafira itu siapa
tapi saya yakin dia teman SMA saya.

Saya pun kembali ke chat I.
IF         : (mikir jawaban yang kira-kira tepat untuk pernyataannya tadi)
“Emm.. lu jarang muncul ya di acara reuni..”
KZ       : “Iya, nih.. nggak bisa-bisa gue..”
IF         : (mikir: aha! Berarti bener temen seangkatan. Tinggal cari tahu nama aslinya tanpa bertanya. Ntar dia pasti nyebut namanya tanpa gue tanya.)

Sambil tetap chat yang beraroma “sok tau” itu,
Muncul chat dari suneo.

Chat II.
MR : “Gue tau.”
IF: “Siapa?”
MR : “Phitoy.”
IF : “Oohh.. Phitoy..” (fyi, nama aslinya Fitriyadi. Barangkali yang dijadikan profilnya itu nama dan foto anaknya.)

Chat I.
IF : “Makanya, sering muncul, dong, Toy.. Jadi biar ketemu anak2.. Sibuk banget sih lu..” (dengan gaya seolah-olah sejak awal udah tau kalo itu Phitoy.. hahahahaha..  ;p)

Mas.. Mas, ''dia'', bukan?

suatu kali saya naik bus bernomor 43 jurusan Tanjung priok.
Ketika itu saya menuju kosan seorang kawan di utan kayu.

Di bus itu saya duduk di belakang, di sebelah seorang lelaki.
Emm..
Tidak jelas benar mukanya,
tapi secara sekilas saya pikir teman saya.
Karena malu dan takut salah,
saya putuskan untuk tidak melihat wajahnya, apalagi bertanya langsung.

Saya lantas mencari cara untuk mengetes mas2 itu teman saya atau bukan, tanpa bertanya tentunya..

Aha.
Terlintas sebuah ide abbriillian saat itu:
buka situs si kawan.
Kalau orang di sebelah saya itu adalah ''dia'',
pasti dia bereaksi, dong, liat situsnya dibuka?
Ya, kan, ya, kaan?

Dengan sengaja saya arahkan hp saya biar orang itu bisa lihat apa yang saya buka.
(ehm, kecuali matanya seliwer)

saya pencet sana-sini.
Saya (pura2) baca ini-itu.
Tapi mas2 itu tidak bereaksi
padahal saya merasakan matanya ke arah saya, eh, hape saya (sambil berdoa moga2 bukan copet..)
saya makin penasaran.
Ah, ini DIA bukan, sih? Pikir saya.

Saya buka fb.
Saya buka profil kawan yang saya kira menjelma dalam mas2 sebelah saya.
Lagi2 tidak ada reaksi.

''Ah, masa, sih?''

dengan penasaran yang tak kunjung selesai, saya justru menyadari sebentar lagi harus turun.

Saya lantas berencana pasang aksi akan turun
yang sekiranya akan bisa melihat wajah orang di samping saya dengan jelas
tanpa harus terang2an.
Ah, sungguh ide ini abbrillian, menurut saya.

Saya bangun dari tempat duduk,
saya beranjak ke depan,
saya pura2 meluruskan kabel earphone yang menyumpal dua kuping saya..
Tapi,
eh, tapiiii..
Kabel earphone-nya malah nyangkut beneran di tas ibu2.

Alhasil,
bukannya berhasil lihat wajah mas2 itu,
saya malah sibook dengan earphone yang nyangkut itu..

Kepanikan pun memuncak dengar si kenek bilang:
''utan kayu, utan kayu..''
whoaaaaa..
Dengan gerakan ngaco tidak beraturan,
saya melepas belitan earphone dan turun dari bus.

Akhirnyaa,
dengan malu yang nggak udah2 dan penasaran yang tak terjawab,
saya harus rela 43 itu pergi dan memunggungi saya..


P.s. Buat mas2 yang waktu itu:
kalau Anda baca catatan ini,
tolong jawab pertanyaan saya:
'' apakah Anda adalah 'dia'?''

Putri tak pernah salah

Saya lagi suka lagu Padi yang judulnya "tempat terakhir".
Ke mana-mana, saya selalu menyanyikan lagu itu.

Nah, ada satu saat saya berkaca (di tempat kerja)
membereskan jilbab yang melenyon sana-sini
--sambil tetap nyanyi tentunya
dan gaya2..
Yah.. Ala2 sinta jojo itulaah..

Puas berkaca,
saya kembali ke ruangan insmart sambil setengah menari
(saya andaikan saya ini balerina tanpa cela)
--dan masih bernyanyi--
tanpa rasa bersalah.

Sambil nyanyi gitu,
"bahagiaku tak sempurnaa.."
hap.
Saya lantas bungkam.

Apa pasal?
Karena, oh, karenaaaa..
Ternyata ada seseorang sedang duduk di atas tangga!
Mas2 pemasang kaca bangunan itu lagi asyik makan..
Dia senyum2 pula lihat tingkah ngartis saya!
*terlintas ingatan ala2 sinta jojo dan balerina wanna be tadi

Upz.
Dengan gaya putri tak pernah salah,
saya tetap berjalan dengan anggun..

Padahal dalam hati:
"wuuuaaaaaaaaaaa..
Mamp*s gueeeeeee.."

tetap nyala

kamu harus tetap nyala.
Malam mungkin menyergap,
dingin barangkali hinggap.
Mau bagaimanapun tingkah alam,
kamu harus tetap nyala.

Ingat, hidup kamu bukan cuma untuk kamu.
Nyalamu menular.
Jika kamu nyala,
maka alam akan nyala.
Dunia pun benderang adanya..

Selasa, 22 Maret 2011

Cuma untuk yang bersepatu..

Ibu saya cerita di daerah kami akan ada senam ibu2.
Ibu saya terlihat tertarik.
Begitu juga saya.
Saya mendukungnya penuh.
Maklum, ibu saya yang sehari-harinya uplek di rumah
sebagai ibu rumah tangga yang tiap hari sendirian
karena anak & suaminya pergi pagi pulang malam itu
pasti butuh kegiatan
(saya tidak bisa bayangkan
jika saya yang terbiasa di luar ini
berada di rumah 1 x 24 jam x 7 hari x 4 minggu x 1 bulan
alias tiap hari di rumah.. @___@)

sayangnya,
keinginan ibu saya untuk ikut senam harus tertunda.
Kenapa, eh, kenapa?
Karena alasan--yang saya pikir--sepele:
"nggak bersepatu".
Saya menyarankan untuk sementara bertelanjang kaki saja
tetapi ternyata oleh sang instruktur tidak boleh.
Akhirnya,
ibu pun harus menahan dulu
keinginannya tetap bugar lewat senam
dan hanya mendengarkan musik senam dan seruan ibu2 yang senam dari dalam rumah..

Saya lantas teringat
beberapa tahun lalu
semasa kuliah aktif dulu..
Yang tidak bersepatu tidak boleh ikut perkuliahan.
Para mahasiswa yang tidak bersepatu--dengan berbagai alasan--menyiasatinya
dengan cara menyimpan sepatu dalam loker
(jadi sehari-hari bersendal ria)
atau pinjem sepatu dari mahasiswa kelas lain.

Mungkin saking pentingnya sepatu atau bagaimana,
seorang dosen bahkan membelikan sepatu
untuk seorang mahasiswa yang tidak kunjung bersepatu.

Dari tempat saya memandang,
kok jadi terlihat sepatu lebih penting,
lebih wajib,
dibanding kebugaran,
dibanding kecerdasan.

Yang tidak bersepatu tidak boleh ikut senam.
Yang tidak bersepatu tidak boleh ikut kuliah.

Nah, kalau begitu,
yang tidak bersepatu tidak boleh membaca catatan ini!

Hehew..
;p

Colong dompet alias COPET..

Gara2 sempet kebingungan nyari dompet receh yang menelusup entah ke mana tadi pagi, saya jadi teringat pernah kecopetan di senen. Untungnya, yang dicopet adalah isi dompet receh (orang Indonesia banget, ya? Udah kecopetan masih untung.. Hmm..)

melalui catatan ini, saya ingin menyerukan pada abang2 & mbak2 copet:
"Hai, bang cop & mbak cop, janganlah kamu mencopet Ika Fitriana.
Bukan apa2, dia itu setali 3 uang dengan kamu alias sama aja sami mawon..
Kaga gablek duit juga..
Kalo jadi copet mbok ya yang cerdas,
cari mangsa yang kaya yang dengan rela mau ngasih duitnya ke kamu..
Lagian, kamu nggak mikir apa, terutama untuk yang kamu copet dompet utamanya, gimana dengan dokumen2 yang ada di dompetnya?
Jadi copet mbok ya yang bijak, bikin KTP kan lama nunggu jadinya (kalo mau cepet bayar cepek), bikin kartu perpus sono-sini kan rempong, bikin SIM (salabim prok-prok-prok jadi apa) apalagi..

Jadi, intinya, nggak penting banget kamu mencopet Ika Fitriana..
Apa kata2 saya dapat dipahami, broer en zoes cop?"
^^

(24 September 2011)

Menggapai langit

Bentukan purnama melagu-lagu
meninabobokan menghanyutkan mimpiku
tentang sebuah tempat bernama cahaya
yang memiliki anggun singgasana

langit berubah seketika menjadi raksasa
imperialis segala masa
eksploitasi jiwa
menelanjangi nyawa tanpa banyak kata
membuat ruh-ruh kosong tak bermahkota

kini aku tinggalkan dunia
membawa segenap ego dan kunci jiwa
tutup -- genggam -- rapat-rapat
pintu samudera
pergi
tinggalkan asa
menggapai langit
yang tak dapat diduga

Perbuatan percuma.

Jumat, 18 Maret 2011

semoga jodoh kita tidak berakhir (3)

satu saat nanti kita tidak lagi satu atap,
tetapi semoga saja kita tetap tertaut..

nantinya, mungkin,
mb Wati yunita di Rawabadung,
mb Wahyu Nur Indah Kurniasari di Kudus,
mb Astika Riany di Bekasi (atau di Ambon atau Medan),
mb Firda Aulia di Pondok Kelapa,
Uni Septi Selviani di Karawang (atau tetap di Pisangan),
mb Ika Ratna Sari di Lampung,
mb Herdi Indah Kusumawardani di Harapan Baru,
mb Endah Novarini di Tambun,
mb Estri Yunitasari di mana-mana,
mb Armaeni Indah Lestari entah di mana,
dan saya di Leiden..
semoga jodoh kita sempurna,
semoga kita tetap terhubung,
tidak terputus kabar,
dan bisa saling mengunjungi..

di rumahku nanti
akan kubuat jendela-jendela
dan bila ku merindu,
aku akan buka jendelaku
dan melihatmu di situ..

terkhusus untuk Pak Rokhdianto,
bapak kita bersama,
semoga selalu ceria..

terima kasih telah menghadirkan mereka dalam hidupku,
duhai Tuhan yang Maha Baik..
^^





 

semoga jodoh kita tidak berakhir (2)

semoga kita tetap terjalin adanya..
semoga jodoh kita sempurna..


untuk Indah Bakti,
my soulmate Girinata only,
perempuan impulsif yang dewasa,
menyiasati hidup dengan ceria..
semoga kita bahagia
dan tetap dapat berbagi rasa..


untuk Imas Uliyah,
sang Ibu Negara yang nggak ada matinya,
perempuan mandiri
dan pemilik semangat yang menular..
semoga saya tetap dapat meraih tanganmu
dan semoga Tuhan selalu pelihara semangatmu..


untuk Nuniek Nurbayani,
perempuan sabar yang mau mendampingi
kawan-kawannya dalam berbagai aksi..
semoga kita selalu beriringan
dan tidak ada yang meninggalkan..


untuk Anandia Eka Kencanawati,
perempuan lemah lembut cermin berjuang..
semoga kita tetap bisa saling mendukung
dan berangkulan..


terima kasih telah mempertemukan kami,
Tuhan yang Maha Baik..
^^









semoga jodoh kita tidak berakhir (1)

semoga jodoh saya denganmu tidak berakhir lekas-lekas..
semoga jodoh saya denganmu sempurna.

untuk Siti Asiyah,
yang namanya kusebut Sie-Sie dalam cerita,
kawan sejak TK,
penyuka biru..
aku tak punya kata
tapi yang bisa kuharap
semoga sampai nanti
kita masih berjodoh bermotor berdua..
hahahaha..

untuk Nahrowi,
lelaki terjudes yang pernah kukenal,
penghubung tali pertemanan
hingga tak renggang adanya..
semoga sampai nanti
kita tetap terhubung tak tersela..

untuk Muhammad Ridhwan
yang harus rela kuubah namanya
menjadi "suneo".
kawan setia yang rela
berbagi cerita..
semoga sampai nanti
kita tetap bertukar cerita..

untuk Rumiati,
perempuan manis perajuk
yang apa adanya..
Persatuan anak sulung tidak utuh adanya
tanpa hadirnya
maka lantas kami menjemputnya..
semoga sampai nanti kita tetap bisa pergi bersama..

untuk Dwi Wulandari,
yang baik hati menyetujui panggilan "Ulan Tea"
dan saya akui sebagai saudara kembar yang pertama..
semoga sampai nanti 
kamu tetap menjadi saudara kembarku, 
Ibu Dokter Gigi..

terima kasih telah menghadirkan mereka dalam hidupku,
Tuhan yang Maha Baik..
^^ 

dua perempuan dengan huruf "W" di depan

jika sampai sekarang saya masih berjodoh dengan keduanya,
ini karena saya percaya
masih ada atau bahkan masih banyak
yang harus saya pelajari dari keduanya..
ini karena saya percaya
jodoh kami begitu sempurna
karena entah daya magis apa
yang mereka punya
membentuk diri saya begitu rupa..

"W" yang pertama merupakan perwujudan
perempuan dewasa baik hati yang disukai siapa saja..
jodohku yang pertama bermula dari namanya
yang menjadi referensi awal kerja..
jodohku yang kedua ketika bersama
dipertemukan dalam satu atap berlabel "Kalimalang"..
jodohku yang ketiga,
saat saya pikir sudah berakhir,
ternyata kami dipertemukan dalam satu atap bertitel "Rawamangun"..

semoga kita tetap bisa saling menginspirasi,
berbagi irama,
berbagi cerita,
dan tetap bisa pergi bersama..
ini untukmu, Wati yunita..

"W" yang kedua menjelma
dalam sosok perempuan ajaib
yang penuh keceriaan dan semangat
juga memiliki kepercayaan diri yang kuat..
perempuan yang tumbuh dewasa dengan caranya,
berpikir dengan caranya,
dan menikmati hidup dengan caranya..
sang nyonya ini sering hinggap di dinding,
loncat-loncat seperti mayat hidup,
belum lagi suaranya yang terdengar hingga seantero Indonesia
yang semata-mata bentuk ekspresinya..

di mana pun kamu nantinya,
di mana pun saya nantinya,
semoga saya bisa tetap bisa mendengar suaramu, nyonya ajaib..
ini untukmu, Wahyu Nur Indah Kurniasari..

semoga akan ada saatnya lagi,
kita bisa pulang bersama
dan berbagi cerita bersama
di dalam angkot..
hahahaha..

Dodolikanancol..

Dodoloncomancolkodokudang papaancolgulaikan ikannonaikan:

Tekoudanghantuancolnona yamanancolnonagula mamaancolhantuancol benjolancolikankodok,
tekooncomlimaoncomnonagula benjolikanlimaancolnonagula kodokenakpapaancoldodolancolnonayamanancol
benjolancolhantuwartegancol ancolkodokudang ikannonagulaikannona mamaenaknonadodolenaknonagulaancolrujak sambaludangancolrujakancolnonayamanancol..

Berharap..

Seorang kawan berkata dalam statusnya:
"jangan pernah berharap lebih pada apa pun karena itu hanya akan menjadi sesak di hati.."

saya nggak setuju dengan pernyataan itu.
Bagi saya, berharap ya berharap.

Sebagaimana tidak ada harapan "yang kurang",
berarti tidak ada harapan "yang berlebihan".

Saya pikir, selama masih manusia,
berharap itu wajar..

Berharaplah selagi bisa..
Manusia tanpa harapan
menurut saya seperti kaleng berjalan..

Namun,
semisal yang kita dapatkan pada akhirnya tidak sesuai dengan harapan,
ya percaya aja itu yang terbaik..
Gitu aja..

Kalo masalah sesak,
saya rasa itu mah reaksi manusiawi yang muncul
karena keberbedaan kemauan kita dan alam..
Ya udah nikmati aja..

Rabu, 16 Maret 2011

Pertemuan 3 generasi

Selain bergosip,
ternyata berkembang juga cara lain untuk bertemu.
Dalam sehari, 3 kali 3 bangsa bertemu:
manusia,
peri,
dan robot.

Tokoh manusia biasa dipilih anak sekolah, katanya.
Mungkin ini tandanya mereka masih membumi.
Pikiran mereka masih menjejak dunia nyata.

Tokoh peri dipilih anak kuliahan, katanya.
Bisa jadi ini cermin mereka, sang pemimpi, pemilik inspirasi,
yang mencari kenyataan lain selain realita sehari-hari.

Robot dipilih bapak2, biasanya.
Mereka tampaknya sudah tidak sempat bermimpi.
Mereka hanya benda yang digerakkan oleh pihak lain.
Bisa jadi berpikir pun mereka serahkan pada orang lain.

Sehari 3 kali 3 generasi bertemu:
anak sekolah,
anak kuliahan,
dan bapak2
di satu tempat
untuk bercengkrama
berakrab ria
dengan cara yang terkadang tidak bisa dimengerti oleh kami..

^^

(inspirasi dari penggila RF)