Kata-katamu melumer di tubuhku yang panas.
Ia merasuk ke lubang-lubang jiwa.
Entah mengapa aku harus acuh
padahal harus pun tidak.
Kurasa kata-katamu mantra
penyejuk, pelecut sekaligus.
Ternyata betapa rindu aku
pada aliran katamu
yang sumbat.
Kurasa itu cuma bukti
bahwa kamu peduli
meski kutahu katamu bisa mencincang-cincang ragaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar