Untung yang bisa bicara cuma manusia, eh, bukan, untung kita dianugerahi cuma bisa dan ngerti bahasa manusia. Pernah kebayang apa jadinya kalau kita diberi kemampuan mengerti bahasa segala entitas semesta ini?
Kalo itu terjadi, bisa aja, ya, dunia akan jauh.. jauhhhh lebih berisik dari sekarang. Mungkin kayak ada 100 orang dalam satu ruangan dan semuanya menyalakan teve. Em, oke, kalo itu berlebihan, kita kurangi aja jumlah orang di ruangan tadi, jadi 99 orang. Nah, pasti berisik banget!
Kita nggak bisa jalan melenggang dengan tenang karena bisa aja pas kita melangkah tiba-tiba ada yang berteriak, "Aduh!" Yang berteriak itu bisa siapa/apa aja: semut, rumput, atau aspal. Kalo udah gitu, mau lewat mana, coba?
Atau, coba kalau bola bisa ngomong, mungkin dia udah marah dan ngadu-ngadu ke Komnashab (komisi nasional hak asasi benda), kali. Dia sendirian, ditendang-tendang 22 orang secara rebutan. Dia pasti menuntut perlindungan dan bukan nggak mungkin menyeret Ozil ke pengadilan. Eh, jangan Ozil, deh. Kasian. Si CR7 aja. Nggak papah. Saya nggak suka.
Belum lagi si Kokom--sebutan untuk komputer. Dia pasti mengeluh panjang lebar karena dinyalakan terus-menerus tanpa henti. Yang nyentuh juga berbagai macam orang dan berganti-ganti dari orang yang satu ke orang lain.
Terus, nyamuk. Barangkali nanti kita akan merasa betapa egoisnya kita. Ini kita tahu sejak kita ikutan acara "Andai aku menjadi..." Nyamuk dicipta berumur pendek (eh, bener, nggak?). Kelaparan, dia mati. Kekenyangan, dia mati. Hampir bisa dipastikan takdir kematian mereka di tangan manusia.
Uh, masih banyak, deh, yang lainnya: pohon yang batuk-batuk karena asap kendaraan bermotor, ransel yang bermuka sabar padahal keberatan isi, boneka masa kecil yang tak lagi diajak cerita, sepatu-sepatu lama yang dibuang ke tempat sampah, dst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar