Bekasi, 25 Januari 2014
Teruntuk Wulan Martina
Wul,
Aku
mau cerita.
Ada
seorang nenek yang menarik perhatianku. Nenek ini berjualan lesehan di pasar
dekat Stasiun Klender. Tidak seperti pedagang yang lain, Nenek ini tidak
berusaha menarik orang-orang yang lewat. Ia tidak berusaha menawarkan
dagangannya semisal, “Beli apa, Bu?” atau apa. Ia pun tidak mencari mata
(calon) pembeli—menurut teoriku, pedagang perlu mengadakan kontak mata dengan
(calon) pembeli agar si Pembeli menaruh perhatian.
Si
Nenek tidak melakukan itu. Tidak melakukan apa pun selain duduk ndhengkluk, kadang-kadang tidur malah.
Yang
tak kalah menarik, produk jualannya ganti-ganti. Pernah ia jualan melon lalu
ganti salak. Beberapa hari kemudian ganti bawang merah, dan seterusnya. Aneh nggak,
sih? Menurutku aneh. Biasanya orang akan menjual salah satu (jenis) produk
saja.
Melihat
Nenek ini, lantas terlintas di pikiran, “Duh, kasihan Nenek ini. Sudah tua
masih harus berjualan di jalan. Ke mana anak dan cucunya?”
Berikutnya,
aku sangsi sendiri. Benarkah aku harus mengasihaninya? Bisa jadi itu yang
membuatnya bahagia, kan (karena dia punya kegiatan, dsb)?
Selanjutnya,
aku teringat orang tuaku. Bagaimana orang tuaku nanti? Bagaimana aku akan
memperlakukan mereka? Tidak membiarkan mereka melakukan apa pun hingga
alzheimer menyerang (konon orang tua yang tidak memiliki kegiatan justru lebih
mudah terkena alzheimer)?
Aku
lantas membayangkan aku. Bagaimana aku akan diperlakukan oleh anak-anakku
kelak? Bukankah ada saatnya kita tak berdaya—tidak bisa melakukan apa-apa tanpa
bantuan orang lain? Aku kemudian merasa seperti gombal atau kain lap yang sudah nggak bisa dipakai. Jadilah tulisan
berbahasa Jawa ini. Mengapa berbahasa Jawa? Entahlah, begitu saja.
Gombal Suwek
aku
saiki koyo gombal suwek (aku sekarang seperti kain lap
yang sobek)
dadi
wong ora kanggo (jadi orang tidak berguna)
arep
opo (mau
apa pun)
arep
nyandi-nyandi (mau ke mana pun)
kudu
njawil uwong
njaluk
tulung (harus meminta bantuan kepada orang lain)
aku
iki gombal suwek (aku ini kain lap yang sobek)
ora
enek regane (tidak berharga)
ora
iso midhak ning sikile dewe (tidak bisa berdiri di
atas kaki sendiri)
aku
gombal suwek (aku kain lap yang sobek)
aku
musti kepiye? (aku harus bagaimana?)
paringono
ngapuro, Gusti… . (minta maaf, Tuhan)
nyuwun
pangapunten, Gusti… . (mohon ampun, Tuhan)
p.s.:
sudah sejak Desember akhir aku tidak
melihat si Nenek itu lagi.
Kasian Neneknya :(
BalasHapussemoga diberi umur yang panjang :)
mbak aku lebih suka daster suwek,, semriwiiing :D
bagaimana kalau berjualan itu membahagiakannya?
Hapusbtw, aku amini doanya.. :')
aku kok ngilu sedih baca tulisan ini, tapi salut buat Nenek itu :'(
BalasHapusaku sih melihat dia unik. sayangnya, sampai saat ini dia nggak ada di pasar lagi. nggak sempat aku foto..
Hapus:( tulisanmu bagus banget. aku tersentuh. semoga si nenek menemukan tempat terbaiknya ya.
BalasHapuseh, iya, besok nulis bertema "buat tukang pos yang pengen diajak kencan #NaikAgya"yaa :D
semangaattt
- ika, tukangpos
aamiin.. :')
HapusSedihhh ... Semoga si Nenek sedang dirawat dan diurus sama anak dan cucunya di rumah.
BalasHapusaamiiin.. :')
Hapus