Mataku
yang semula sayup-sayup rebah, mulai menemukan kekuatannya. Aku menatap pria
yang rambut dan alisnya sudah memutih yang berdiri di depan itu. Namanya Dian Kelana—atau
begitulah orang mengenalnya. Bagiku, ia guru ketiga yang hadir membagi ilmu
selain narasumber yang memang sudah sengaja dihadirkan: Pak Wijaya Kusumah dan
Pak Amril Taufik Gobel.
Mulanya
Pak Dian Kelana itu tampak “hanya” wara-wiri membawa kamera dan memotret
sana-sini. Ketika Om Jay—sapaan untuk Pak Wijaya Kusumah—menjawab beberapa
pertanyaan dari peserta, tanpa diduga ia mengundang Pak Dian yang sedang
bersender di tembok belakang. Dengan langkah lugas dan senyum khas Pak Dian
maju dan bicara di depan.
Om
Jay memaparkan bahwa Pak Dian merupakan lulusan SD, tetapi telah melahirkan
banyak tulisan. Pak Dian membenarkan hal itu dan menegaskan kembali bahwa ia
memang lulusan SD—drop out SMP. Ia
cerita, ia tinggal di sebuah panti asuhan yang tak memungkinkan untuk
memberinya uang guna membeli buku wajib dari sekolah—kala itu ia sekolah di
SLB.
Kisah
itu bermula saat ia diwajibkan membeli buku oleh pihak sekolah. Ia menerima
buku yang disodorkan gurunya lalu ia bawa pulang. Seorang temannya yang bersekolah
di tempat lain meminjam buku tersebut. Temannya itu meminjamkan lagi kepada
temannya yang lain. Singkatnya, buku wajib yang belum dibayar itu hilang. Tentu
ia dimarahi gurunya. Tak lama sejak itu ia memutuskan untuk mengambil jalan
lain yang bukan menuju sekolahnya. Sebuah langkah besar baginya—dan kupikir
juga bagi siapa pun.
Cerita
yang membuatku menganga. Ia berhenti sekolah, tetapi—yang kita tahu sekarang—ia
tidak berhenti belajar. Buktinya, ia melahirkan banyak tulisan. Mana ada orang
yang berhenti belajar mau dan bisa menulis?
Selain
tentang Pak Dian Kelana, ini oleh-oleh yang bisa kubagikan kepadamu dari
Akademi Berbagi yang aku ikuti di ruang 201 Gedung H Unisma, Bekasi, tanggal 5
Januari 2013:
1.
Dari Om Jay aku mengetahui bahwa penulis buku
teks (sekaligus penggambar) “ini Budi, ini ibu Budi, ini Bapak Budi, ini wati”
masih ada. Namanya Ibu Siti Rohmani Rauf. Usianya 93 tahun. Karier terakhirnya
sebagai kepala sekolah. Om Jay cerita, ketika Bu Siti mengetahui bahwa Om Jay
akan datang, ia sangat bersemangat akan membuatkan Om Jay rendang hingga ia
terpeleset di depan kamar mandi. Kejadian tersebut membuat Bu Siti harus
dirawat di rumah sakit. Om Jay menayangkan foto beliau saat dirawat. Tampak
sangat bahagia, membuatnya berusia lebih muda dari yang seharusnya. Oh,
akhirnya rasa penasaran siapa pengarang “ini Budi” terpuaskan sudah. Semoga Bu
Siti dianugerahi keberkahan dan kesehatan.
2.
Ada seorang laki-laki, peserta, yang
berbagi cerita bahwa istrinya gemar menulis bahkan menjadikan buku sebagai suvenir
pernikahan mereka. Ini membuatku tersenyum diam-diam. Itu, suvenir buku, juga
merupakan niatku. Bersyukurnya mereka bisa mewujudkan keinginan mereka itu. Semoga
aku juga dapat (calon) suami yang sevisi dan semisi.
3.
Tempat pertemuan yang merupakan ruang
kuliah membuatku rindu kuliah. Sesekali aku membiarkan konsentrasiku pecah dan
mengelilingi ruangan. Niat untuk S-2 semakin tak tahu diri, apalagi itu ruang
pascasarjana. Semoga niatku diridhoi Allah.
4.
Kedua narasumber, Om Jay dan Pak Amril,
dengan gayanya masing-masing memotivasi peserta untuk menulis. Salah satunya
dengan motivasi materi. Om Jay yang sering menjuarai lomba nonfiksi pernah
mendapatkan 25 juta rupiah sebulan karena memenangkan dua lomba sedangkan Pak
Amril yang lebih banyak menulis untuk media luar pernah mendapatkan 500-600
dollar sebulan bahkan pernah diundang ke Disneyland Hongkong dengan fasilitas
nomor satu karena menulis. Semoga ide-ide mereka tetap mengalir hingga tidak
berhenti menulis dan tetap bisa berbagi.
5.
Aku sendiri, makin semangat menulis dan
menerbitkan buku! Semoga terkabul. Yeah! \(^_^)/
6.
Untuk Akademi Berbagi, semoga tetap
bisa berbagi. Terima kasih para relawan, terima kasih para narasumber, terima
kasih juga untuk para peserta lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar