Ya,
memang. Keajaiban tidak pernah berhenti. Tangan Tuhan selalu bisa mengisi ranah
yang logika saja angkat tangan. Salah satunya pertemuan kami. Aku dan Him.
Seperti
yang sudah diduga, aku bertemu dengannya di satu reuni dalam keadaan dia sudah
memiliki pasangan. Sebelum bertemu, aku sudah berulang kali bilang pada hatiku
untuk bersiap, bilang pada mataku agar menjaga tingkat nanar mata, bilang pada
rangka tubuh untuk tetap berdiri, dan bilang pada kakiku untuk tetap menjejak bumi.
Saat
melihat Him bersama perempuan itu aku bersiap merasa cemburu. Kutunggu rasa itu
muncul. Namun, tidak ada cemburu.
Kupikir,
ini tidak mungkin.
Aku
masuk lebih jauh ke dalam diriku. Mencari rasa cemburu. Mengumpulkan serpih
hati yang patah. Sayangnya, oh... aku dikecewakan, bahkan oleh diriku sendiri.
Tidak
ada patah hati.
Hampa.
Tidak
ada rasa.
Tidak
sedih, tidak kecewa, tidak gembira.
Aku menjelma menjadi
astronot di ruang hampa udara. Namun, kurasa pikiranku pingsan. Alien sudah
mengambil alih diriku.
Ia, perempuan itu,
pasti orang yang sangat beruntung. Ia bersanding dengan Him.
Eh, tidak. Bukankah aku
tidak percaya dengan keberuntungan sepihak?
Lalu kuputuskan
begini, perempuan itu beruntung bersanding dengan Him, Him beruntung
menggandeng perempuan mungil itu, dan aku beruntung bertemu dengan Him
(akhirnya), bertemu keduanya.
Seandainya perempuan
itu bermata segitiga atau berhidung seperti Voldemort, barangkali aku bisa
dengan bebas mencercanya. Sayangnya, Tuhan terlalu sayang padaku dan membuat
aku tidak bisa mengeluarkan makian paling halus sekali pun.
Him begitu rupawan, si
perempuan begitu menawan. Adakah hal lain yang lebih adil dari ini?
Aku kosong.
Tidak, aku tidak patah
hati.
Tidak, tidak patah
hati.
Tidak, patah hati.
Tidak-patah-hati... .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar