Mungkin efek Sadgenic atau apa, voila, syahdu melanda. Tiba-tiba aku punya banyak stok kata. Serasa kaya, punya pabrik, begitu.
Aku masuk ke dalam diriku. Di tengah jalan aku bertemu rindu.
Kucermati rindu di depanku. Menyeruak kataku, "Bukankah rindu itu
peluru? Ia akan mencapaimu sebelum kau sempat bilang 'rindu'."
Oh, oh, aku menjelma sebagai rindu yang melesat menujunya: sebuah
cerita, sebuah dunia, berjuta warna, berjuta aroma. Samar-samar muncul
sosok Tuxedo bertopeng yang blur. Ia berdiri di atas kastil. Jubahnya
yang terayun-ayun dibuai angin memanggilku. Kutanyai dia, "Siapa kamu?"
Dia tersenyum lalu mendekatkan mulutnya ke kupingku. Bisiknya,
"Kautahu, kita cuma tinggal memetik tanda-tanda yang dikirim semesta."
Mendengar itu ada yang melonjak-lonjak gembira. Ia menatapku heran seolah bertanya, "Itu siapa?"
Sambil tersenyum malu-malu kujawab, "Iya, kupikir itu siapa yang
melonjak-lonjak. Ternyata hati, yang tahu kamu akan pulang kepadanya."
Ups.
Kututup mulutku.
Aku takut salah bicara, mengingat.. em, mengingat sebelumnya pernah
ada cerita mengenaskan. Cerita itu berjudul "Tiga Anak Kecil yang
Dikubur".
.. Yang baru saja dikubur itu tiga anak kecil: "aku", "jatuh", dan
"cinta". Kalau kamu bukan perasa, kamu tak kan tahu ada aborsi di sini.
Olala, tanpa sadar lagi-lagi aku berpikir sambil bicara. Kata-kata
separagraf tadi itu ternyata kulisankan juga kepadanya. Tahulah dia apa
yang terjadi.
Dengan baik hati, ia tersenyum dan berkata, "Tahukah kau, Tuhan
selalu memberikan kesempatan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.
Buktinya, Ia selalu mengirimkan pagi untuk memulai hari... ."
:))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar