Hidup
sudah siap dengan spidol di tangan. Separuh badannya menghadap papan tulis,
separuhnya lagi menghadap Aku.
“Aku,
mari kita lanjut belajar mengeja,” demikian Hidup memulai.
“Baik,
Guru.”
“Ikuti
saya. ‘C’!”
Aku
mengulang, “C!”
“I.”
Aku
mengulang, “I”
“N.”
Aku
mengulang, “N.”
“T.”
Aku
mengulang, “T.”
“A.”
Aku
mengulang, “A.”
“C-I-N-T-A.
CINTA.”
Aku
mengulang, “C-I-N-T-A. CINtwjh.”
“Ah,
bukan begitu. ‘Cinta’.”
“Cintjkdad.”
“Ulang.
‘Cinta’.”
“Cintlandm.”
Begitu
seterusnya. Aku tak bisa menyebut kata “cinta” dengan tepat. Entah ada apa
dengan lidahnya. Konon, hingga tulisan ini dipublikasikan, Hidup masih
mengajari Aku cara mengeja “cinta”.
(14 Oktober 2013)
Ide ceritanya keren nih, tapi eksekusinya kurang apik. Agak bingung perkara tanda baca dan kata gantinya atau akunya aja yang engga nyampe. :D
BalasHapushm, oke. masukan buat aku.
Hapusmakasih, eva.. :*