Jakarta, 1 Februari 2013
Teruntuk suami
Di masa depan
Hai, Tuan,
Selamat
datang di duniaku. Kautahu, Tuan, tanganmu itu istimewa. Ia yang akan aku
salami dan kukecup tepat di tengahnya tiap hari.
Hidungmu
pastilah istimewa. Ia yang akan menciumi aroma keningku tiap pagi saat kau
berangkat kerja dan sore ketika kau pulang kerja.
Lenganmu
itu, Tuan, pastilah istimewa. Ia yang akan kugamit ke mana-mana sewaktu pergi
bersama.
Pun
punggungmu, Tuan. Ia tentu istimewa. Tempat aku meletakkan kepala dan
bersandar.
Belum
lagi hatimu, Tuan. Tempat hatiku bersemayam. Belum lagi benakmu, Tuan. Tempat
buah-buah pikir melayang. Belum lagi matamu, Tuan. Tempat mengunci diriku utuh.
Belum lagi… ah, Tuan, belum lagi buah hati kita nantinya. Perpaduan kita.
Dengkurmu,
Tuan, melodi khas malam hari. Tawamu, Tuan, pelecut semangat tanpa henti.
Marahmu, Tuan, kala introspeksi dan kala kita lebih saling mengenali.
Nyanyianmu yang sumbang itu, Tuan, barangkali akan kukata-katai untuk aku rekam
dan kuputar berulang-ulang dalam hati.
Kautahu,
Tuan, kau tidak sempurna. Akulah yang melengkapimu. Pun aku. Aku tidak lengkap.
Kamulah yang menyempurnakanku.
Hai, Tuan, imamku dalam ibadah dan
dalam kehidupan sehari-hari,
Marilah
kita berjalan. Kamu ke arahku, aku ke arahmu. Dari tempatku memandang, kita begitu
dekat. Bukankah bumi kita sama?
Tertanda,
istrimu (nantinya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar