Matanya!
Kuamati
matanya. Penuh—entahlah—cinta. Penuh puja. Penuh sepenuhnya.
Tegaknya!
Punggungnya
terpancang lurus. Ketertarikan sempurna. Delapan orang pria menariknya pun tak
akan membuatnya beranjak.
Senyumnya!
Melengkung
itu senyumnya. Ia pemalu si irit tawa pengulum senyum.
Aku
bosan!
Aku
bosan!
Sayang,
aku bosan!
Matanya
(matamu), tegaknya (tegakmu), senyumnya (senyummu), bukan buat aku!
Segala
yang kaubuat itu bukan ditujukan untukku. Kau hanya anggap aku perantara. Aku
bosan jadi perantara! Mengapa tak kauucap sendiri saja kepadanya?
Sayang,
aku bosan menjadi perantara!
Tiap
hari kaubaca tulisannya, kauresapi kata-katanya, kaukomentari dalam hati,
kaubalas dengan tulisan lain, tetapi tidak pernah kausampaikan! Malah kausimpan
saja dalam tubuhku. Mau sampai kapan, ha? Terus saja kau peralat aku dan
kata-kat~
“Kau berisik!”
Ia menekan shut
down.
(8 September 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar