Sabtu, 14 September 2013

Bosan Menjadi Perantara

          Matanya!
          Kuamati matanya. Penuh—entahlah—cinta. Penuh puja. Penuh sepenuhnya.
         
          Tegaknya!
          Punggungnya terpancang lurus. Ketertarikan sempurna. Delapan orang pria menariknya pun tak akan membuatnya beranjak.
         
          Senyumnya!
          Melengkung itu senyumnya. Ia pemalu si irit tawa pengulum senyum.
         
          Aku bosan!
          Aku bosan!
          Sayang, aku bosan!
          Matanya (matamu), tegaknya (tegakmu), senyumnya (senyummu), bukan buat aku!
          Segala yang kaubuat itu bukan ditujukan untukku. Kau hanya anggap aku perantara. Aku bosan jadi perantara! Mengapa tak kauucap sendiri saja kepadanya?
          Sayang, aku bosan menjadi perantara!
          Tiap hari kaubaca tulisannya, kauresapi kata-katanya, kaukomentari dalam hati, kaubalas dengan tulisan lain, tetapi tidak pernah kausampaikan! Malah kausimpan saja dalam tubuhku. Mau sampai kapan, ha? Terus saja kau peralat aku dan kata-kat~
         
          “Kau berisik!”
          Ia menekan shut down.


(8 September 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar