Senin, 21 April 2014

Perempuan Penyuka Matahari

Dadaku sesak lagi
bukan asma, setahuku
tidak pula ada yang sedang merokok
di ruang berpendingin ini

Badanku gigil

Aku memutuskan untuk bertemu dengannya
: matahari

Aku suka matahari.
Ia suka bercanda
mengeluarkan sinar lebih tajam, misalnya
kening orang-orang mengerut karena ini.

Hahaha.
Aku suka memperhatikan ekspresi mereka.
Bagi mereka, matahari menjadi musuh.
Bagiku, matahari hanya anak nakal yang suka iseng
dan cari perhatian.
Dia hangat.

Pernah aku
kala dada sesak
dan badan gigil
aku keluar kantor
lalu duduk di pinggir tempat parkir
semata mendapatkan
sinar matahari

Kunamai bertemu matahari.
Literalnya menghangatkan tubuh
Maklum, tubuhku memang tidak didesain untuk akur dengan dingin.

Beberapa menit di situ
tanpa melakukan apa-apa
aku diperhatikan orang-orang
aku memikirkan apa yang sekira mereka pikirkan
: “Siapa perempuan yang duduk di pinggir tempat parkir?”
atau
: “Ngapain dia di situ?”

Kalau sudah berpikir macam ini,
aku merasa sangat iri dengan perokok.

Ya.
Seorang perokok bisa dengan leluasa
keluar dari kantor
dan bisa menjawab pertanyaan teman dengan mudah,
“Ngerokok bentar.”

Lha aku?
Masa aku bilang, “Mau bertemu matahari”?
Ya makin lengkap aku dibilang gila.

Orang gila yang tidak terima dibilang gila
—karena sedang tak mau.

Pernah aku
ingin bertemu matahari
tapi tak hendak menjadi pusat perhatian
karena duduk di pinggir tempat parkir
aku lantas berjalan-jalan
memutari pertokoan
aku berjalan dengan lagak orang akan beli makan
demi bisa diri dihangatkan.

Ah ya, begitulah.
Aku suka matahari!


(20 April 2014)


(Tulisan yang dibuat untuk dipublikasikan bersamaan dengan Putri Widi Saraswati yang menuliskan "Perempuan yang Berbicara pada Matahari" dan Vanda Kemala yang mengawinkan tulisanku dan Widi dalam "Perempuan yang Ingin Dipeluk Matahari")

6 komentar: