HUJAN—Ketika aku akan berangkat sekolah, hujan menyerbu
dari langit. Ibu lekas-lekas ke dapur dan mengambil plastik hitam lalu
menyelubungi kepala dan dua kakiku dengan plastik tersebut.
HUJAN—Saat berkendara, hujan merajam bumi. Kami pun
minggir. Jas hujan satu pasang: atas buatku, bawah buatnya.
HUJAN—“Kenapa hujan diturunkan, Bu?” | “Itu cara Tuhan
menunjukkan indahnya pelangi, Nak.”
HUJAN—Aku tak pernah membenci hujan. Ia selalu berhasil
menyamarkan derap air mataku hingga aku sendiri terkecoh: air mata atau air
hujan. Syukurlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar