Sepatu tak habis pikir.
Mengapa, mengapa, mengapa.
Mengapa aku dicipta?
Mengapa aku ada?
Mengapa ada juga yang
sepertiku?
Mengapa ada juga yang
berbeda denganku?
Mengapa aku melindungi kaki
mereka?
Mengapa harus aku?
Apa, apa, apa.
Apa sebenarnya aku ini?
Apa yang bisa kulakukan?
Apa yang harus kulakukan?
Apa yang tidak bisa
kulakukan?
Apa yang tidak harus
kulakukan?
Apa fungsiku?
Apa tugasku?
Apa aku?
Siapa, siapa, siapa.
Siapa pembuatku?
Siapa aku?
Siapa kamu?
Siapa mereka?
Siapa majikanku?
Di mana, ke mana, dari mana.
Di mana pembuatku?
Ke mana aku menuju?
Dari mana asalku?
Di mana aku?
Kapan, kapan, kapan.
Kapan aku bertemu pembuatku?
Kapan aku dibuat?
Kapan aku berakhir?
Kapan aku dipikirkan untuk
dibuat?
Bagaimana, bagaimana, bagaimana.
Bagaimana aku berawal?
Bagaimana aku berakhir?
Bagaimana jika aku tak mau
menjadi alas kaki?
Bagaimana jika aku tak mau
menjadi alas kaki majikanku?
Bagaimana besokku?
Lantas terpampang jelas
dalam nalarku
Kata-kata Jalaluddin Rumi:
“Apa arti sebuah gelas
Untuk menampung samudera”.
Maka aku kembali tercenung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar