Ini malam aku melakukan ritual:
merapal satu nama seiring rindu
yang menderas
tak tertahan
tak terlawan
Aku sangat tidak berharap jendelaku
diketuk
oleh angin
yang membawa sekarung rindu
karena itu berarti rinduku dipulangkan
Tok… tok..
“Ya?”
“Ini sekarung rindumu. Ia tak perlu.”
Aku tidak suka menuliskan tentang
rindu.
Bisa-bisa ia makin congkak.
Mengambil alih segala tubuh.
Aku tidak suka menuliskan rindu
Karena itu berarti aku tak berhasil
mengatakan.
Yang menelaga dalam mataku
sudah berpikir ia bernama rindu.
Yang menghantam-hantam dadaku
sudah berpikir ia bernama rindu.
Yang mengalir buru-buru dalam tubuh
sudah berpikir ia bernama rindu.
Mati aku terbungkus tersekap rindu.
namamu namamu namamu
namamu namamu namamu
namamu namamu namamu
namamu namamu namamu
(mantra pengobat rindu)
Dengan segala hormat,
menyampaikan rindu aku perlu,
tak berkenan biarlah kamu.
Dengan sepotong kata “halo”,
rinduku meluruh semalam.
Kini ia menggelegak lagi.
Betapa ia tak bisa dimengerti!
Aku belum mau berbaring.
Nanti ingatan sempurna tentangmu
muncul lagi
Mengetahui belum bisa menuntaskan itu
bisa lebam aku.
Ah,
kamu terlalu banyak bicara.
Sudah,
Sayang, itu Tuhanmu menunggu.
Ia
cemburu.
(12 Agustus 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar