Hari
ini aku mau kopdar dengan Aprie dan Riesna di Plaza Semanggi. Ah, tak sabar
rasanya bertemu dengan orang di balik akun @AprieJ dan @Riesna_ itu. Seperti
apa, sih, mereka? Nyatakah mereka?
Transjaka berjalan dengan lambat.
Jakarta. Macet. Kau pasti sudah paham, kan?
Kuedarkan
pandangan ke sekeliling. Di bagian khusus wanita ini memang semua penumpangnya
wanita: anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Petugas
pintu transjaka di sini bernama Rizky Cahyadi S. Tertera di label yang
terpasang di dadanya. Wajahnya cukup lumayan. Barangkali jika ada pencari bakat
di transjaka ini tentu akan mengontraknya saat ini juga. Tubuh tinggi tegap,
kulit putih, potongan rambut rapi, dan sekilas tadi kala aku masuk kubaui aroma
parfum segar menguar dari tubuhnya. Tambahan pula, ketika ia menyebut
pemberhentian, suaranya terdengar sangat empuk. Tipikal pennyiaar radio yang
sabar menghadapi ibu-ibu penelepon yang titip salam.
Pandanganku
beralih ke depan. Kendaraan tak bergerak. Selang beberapa detik, tampak
segerombolan orang-orang berlarian dari arah depan. Mereka berlari sambil
meneriakkan sesuatu. Sayangnya, teriakan mereka belum mencapai kami. Rupanya
tidak hanya aku yang penasaran. Hampir seluruh penumpang menancapkan pandangan
ke satu titik.
“Ada
apa, Mbak?” tanya ibu yang duduk di depanku. Karena duduk, ia tak bisa melihat
jelas yang terjadi.
“Nggak
tahu, Bu,” jawabku sambil mencari-cari sebab mereka berlarian itu.
“MONSTEEERR!”
jerit salah seorang di antara mereka kala sudah mencapai bus transjaka yang
kunaiki. Tidak, tidak, ia tidak naik. Ia hanya melintas dan terus berlari
seperti orang kesurupan. Aku penasaran. Monster? 2013? Jakarta?
Kufokuskan
pandangan. Tampak jauh di depan sana ada sesuatu yang bergerak-gerak menuju ke
arah kami. Semakin ia mendekat, semakin jelaslah wujudnya. Tubuh besar berwarna
abu-abu kehitaman. Ia memiliki moncong dan ekor yang panjang. Langkah
berdebumnya membuat getaran seperti gempa. Orang-orang di transjaka ini mulai
panik. “AAAAAAKK… . MONSTERRRR!”
“Tenang,
Bu, tenang,” Rizky Cahyadi S, si petugas pintu transjaka menenangkan kami. “Itu
bukan masalah.”
“Bukan
masalah bagaimana?” seorang perempuan berusia 30-an dengan baju biru berkata
dengan gusar.
“Itu
cuma Momo Si Komo,” sahut Rizky Cahyadi S dengan tenang.
“Hah?
Momo Si Komo?” kali ini aku yang bertanya. “Dikata lagu, kali!”
“Mbak
masih percaya kalau dia cuma tokoh dalam lagu setelah melihat sosoknya di depan
sana?” tanya Rizky Cahyadi S meruntuhkan dugaanku semula. Ia mengarahkan
pandangan ke Momo Si Komo yang semakin dekat. Aku mengikuti arah pandangnya
lalu ngeri sendiri. Ia paham kemudian katanya ke seisi bus, “Bapak-Ibu tenang
saja. Saya akan mengusirnya.”
“Loh,
gimana caranya?” tanya ibu-ibu yang duduk di depanku yang sempat juga bertanya
tadi. Rizky Cahyadi S hanya tersenyum penuh arti menanggapi pertanyaan ibu itu.
Tiba-tiba transjaka berguncang lagi. Ia bergerak-gerak. Aku mengeratkan
pegangan. Dengan posisi berdiri seperti ini, aku bisa mudah terombang-ambing.
Aku
mengerjap setelah menyadari yang terjadi. Entah bagaimana caranya, tahu-tahu
transjaka ini sudah bertransformasi menjadi sebuah robot! Aku menjenguk ke luar
kaca. Kendaraan lain tampak kecil sedangkan patung pancoran di sebelah kanan
tampak lebih dekat. Patung pancoran itu sudah bocel-bocel di beberapa bagian.
“Jadi,
sebenarnya apa ini?” tanya salah seorang entah siapa.
“Robot,”
jawab Rizky Cahyadi S. “Para penumpang harap tenang. Biarkan kami yang menumpas Momo Si Komo yang menyebabkan
kemacetan dan orang-orang berlari ketakutan.”
“Lalu
kamu siapa?” tanya seorang yang lain.
Rizky
Cahyadi S tersenyum. “Saya Pangeran Rodatika dari Ophiucus.”
“HAAAAAH?”
orang-orang tercengang.
“Tidak
ada waktu menjelaskan. Robo, terbang!” seketika transjaka ini terbang dan
tahu-tahu sudah ada di hadapan Momo Si Komo. Dari dekat begini, tampak mata
Momo Si Komo berwarna merah seperti kurang tidur. Pangeran Rodatika seperti
bicara kepada Momo Si Komo, “Ah, sudah kauduga. Kau rupanya.”
Aku
tidak paham perkataan Pangeran Rodatika barusan jika tidak melihat ke pucuk
Momo Si Komo. “Eh, ada seseorang di sana!” tunjukku. Orang-orang berlomba
melihatnya. “Siapa itu?”
Bukannya
menjawab, Pangeran Rodatika memberi kode serangan, “Sinar Penghancur!”
Sebuah
sinar muncul dari dua mata Robo, tempat kami berada. Sinar tersebut membuat
Momo Si Komo tersungkur. Namun, Robo tak memberi kesempatan Momo Si Komo untuk
bangun. Ia menghujani Momo Si Komo dengan berbagai serangan. Para penumpang
menyemangati Robo, “Maju, Robo!”
“Jewer
aja, Robo!”
“Langsung
terjang aja!”
“Jangan!
Gigit aja dulu!”
“Piting,
piting!”
“Itu
coba topengnya Momo Si Komo dilepas, Robo!”
“Lah,
emang begitu mukanya! Bukan topeng!”
Orang-orang
mulai berisik mengatur Robo. Untungnya, Robo hanya menurut perintah dari
Pangeran Rodatika. Entah apa jadinya jika ia dengarkan semua perintah
orang-orang. Momo Si Komo kalah serangan. Ia tampak tak berdaya. Eh, atau
jangan-jangan sejak awal tadi ia tak menyerang?
Setelah
yakin Momo Si Komo tak berdaya lagi, Pangeran Rodatika tertawa puas.
“MUAHAHAHAHAHA… . Cuma segitu kemampuanmu, Tuan J Rapah?”
Jadi
itu namanya. Orang di pucuk Momo Si Komo tadi. Tuan J Rapah. Siapa pula dia?
Berhasil
mengalahkan Momo Si Komo, Robo tak berubah kembali menjadi bus transjaka. Ia
malah berjalan ke arah Gelora Bung Karno. “Loh, loh, kita mau ke mana?” tanya
seseorang.
“Iya,
mau ke mana ini? Saya harus turun di Semanggi. Mau ketemu Riesna dan Aprie,”
aku ikut-ikutan.
Tidak
ada jawaban dari Pangeran Rodatika. Seseorang, dengan agak kesal, berseru
kepadanya, “Hei, Pangeran Rodamobil! Mau ke mana ini?”
Pangeran
Rodatika membalik badan ke arah orang yang kukira berseru tadi dan berkata
dengan gusar, “Hmp, namaku Pangeran Rodatika. Dasar manusia bodoh! Jangan
banyak bertanya!”
Setelah
mencapai GBK, kami mendapatkan jawaban. Robo berusaha meraih GBK dengan dua
tangannya. Ia berseru dengan suara robotnya, “DONAT! DONAT!”
Hah? Donat? Yang benar saja, batinku.
“Itu
bukan donat, Robot jelek!” seru seseorang melalui pelantang. Tuan J Rapah,
kukira. Ia dan Momo Si Komo baik-baik saja tampaknya. “Letakkan kembali stadion
itu!”
“HAHAHAHA…
. Kamu bisa apa, J Rapah?” sahut Pangeran Rodatika yang juga menggunakan
pelantang.
“Rodatika!
Lepaskan mereka dan kembalikan stadion ke tempatnya!”
“Tidak!”
salak Pangeran Rodatika. “Aku akan bawa donat ini untuk rakyatku. Begitu pun
orang-orang ini. Mereka pasti berguna di Ophiucus. HUAHAHAHAHA!”
Apa?
Jadi, selama ini kami sandera? Itu sebabnya Momo Si Komo tak banyak melawan?
Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku
sibuk memikirkan berbagai kemungkinan saat menyadari Robo sudah tidak bergerak
lagi. Pangeran Rodatika kalang kabut.
“Kenapa,
Rodatika?” suara Tuan J Rapah terdengar lagi. “Mencari ini, hah?” ia
mengacungkan sesuatu berbentuk silinder. Ukurannya kecil sehingga aku tidak
yakin itu apa.
Apa
pun itu yang ditunjukkan Tuan J Rapah membuat Pangeran Rodatika pias. Ia tampak
ketakutan. Tuan J Rapah berkata lagi, “Tanpa baterai ini, robotmu itu tak lebih
dari mainan besar. Menyerahlah, Rodatika!”
Pangeran
Rodatika gelisah. Lebih-lebih, para penumpang mulai berani karena Robo sudah
tidak berfungsi. Mereka hampir meraih Pangeran Rodatika ketika tiba-tiba ia
menghilang. Orang-orang celingukan.
“Ke mana dia?”
“Hahahaha…
. Aku kali ini mundur. Tapi, suatu saat aku akan kembali, J Rapah. Ingat itu!
Hahahaha…,” terdengar suara Pangeran Rodatika entah dari mana.
“HOREEEE!”
para penumpang bersorak saat mengetahui Pangeran Rodatika sudah pergi. Namun, euphoria itu tidak lama. Seseorang
menyadari sesuatu, “Lalu, bagaimana caranya kita turun dari robot ini?”
Rupanya
Tuan J Rapah sudah memikirkan ini. Ia sudah berada di antara kami. Katanya,
“Biar kuantar kalian ke tujuan semula.”
“HOREEEE!”
orang-orang bersorak lagi. Mereka lantas satu per satu berpindah dari Robo ke
Momo Si Komo.
Kuperhatikan
benar-benar Tuan J Rapah. Ia berambut seperti garpu, berjerawat, dan warna
kulitnya sawo matang terbakar matahari. Sangat jauh berbeda dengan Rizky
Cahyadi S yang seperti model. Ia sadar diperhatikan kemudian mendekatiku.
“Tidak sesuai dengan bayanganmu, ha?” tanyanya.
Aku
terkejut. Ia hanya tersenyum.
***
“Waaaaaa,
Aprie, Riesna, maaf, ya, aku telat!” kataku masih setengah histeris. Aprie dan
Riesna menatapku. Pandangan bertanya. “Panjang ceritanya! Bisa jadi satu
cerpen, deh! Hahaha…,” ujarku sambil melirik siluet komodo besar dengan pucuk
yang seperti garpu di sebelah barat sana.
(12 Mei 2013)
kalian kompor gas!
BalasHapushah? artinya apa?
Hapussemoga bagus, deh.. hahaha..
hahahhaa.. ka, ka! Imajinasimu merajalela :D
BalasHapushihihi.. iya, nih..
Hapushahahaha.. :D
HAHAHHAHAHHA, GILA. TANTE IKA BISA NGLUCU, SUKAK. HAHAHHAHAHA~
BalasHapusHAHAHAHAHAHAHEMANGHAHAHA~
HapusMAKASIH, OM SAB..
keren imajinasinya
BalasHapuslatih terus imajinasinya, insyaallah akan lahir ribuan tulisan
terima kasih, Mbak..
Hapussemoga. aamiin.. :)
Sukaaakkk... hahaha... keren kak imajinasinya :D
BalasHapusaw, makasiiih.. :D
Hapuswalau nggak baca keseluruhan, tapi keren :)
BalasHapusmakasih.. :)
HapusMomen paling menyenangkan, KOPDAR!
BalasHapusyuhuuu.. bener banget! :D
Hapus