Liat
undangan nikah sarjana filsafat dan sarjana ekonomi. Mereka nyebut undangan itu
"undangan perayaan cinta"..
Awalnya saya melihat sebuah undangan
yang ditujukan untuk seorang teman. Saya begitu tertarik dengan pernyataan yang
ada di situ. Jika undangan pada umumnya hanya menuliskan “undangan”, undangan
tersebut memerlukan tambahan khusus “perayaan cinta”. Ini begitu menarik. Selanjutnya,
saya diberi tahu, si pengundang adalah sarjana filsafat dan sarjana ekonomi. Ini
lebih menarik lagi. Di mana titik temu antara filsafat dan ekonomi? Yang satu
matematis, yang lainnya platonis. Ternyata mereka teman SD yang dipertemukan
kembali ketika dewasa. Tangan Tuhan bermain di sini. Bukankah keajaiban tidak
pernah berhenti?
Tiap
perempuan punya rencana sendiri untuk pernikahannya: undangan, tempat menikah,
suvenir, nuansa, dekorasi, gaun, dsb..
Mengenai
undangan, saya pikir undangan tersebut sebagian besar berdasarkan keinginan si
mempelai wanita (yang sarjana filsafat). Warna merah mudanya menunjukkan
keperempuanan, penggunaan istilah “undangan perayaan cinta” barangkali sisi
filosofis yang ada di dirinya. Belum lagi puisi-puisi cantik yang menghias si
undangan. Bukankah perempuan senang sekali merencanakan pernikahannya?
Meski
punya desain sendiri tentang pernikahannya, perempuan akan dengan senang hati
menyesuaikan dengan keinginan prianya..
Em, tapi, sih, biasanyaaaa, kaum pria
akan dengan senang hati menyerahkan perencanaan pernikahan kepada si perempuan.
Hehehe... .
Pada
dasarnya perempuan menginginkan lelaki pengayom sebagai suaminya..
Perempuan sangat berharap memiliki
suami yang dapat dijadikan imam. Ini tentu bermakna luas. Bukan hanya imam
dalam pengertian ibadah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Jika memiliki
mental sebagai imam, seorang lelaki pasti dewasa, menghargai, mengayomi, dan
jelas bertanggung jawab.
Dalam
beberapa kasus ditemukan bahwa perempuan tidak hanya ibu bagi anak-anaknya,
tetapi juga ibu bagi anak mertuanya..
Lain hal dengan lelaki yang remaja di
usia menjelang senja. Usia biologisnya lebih tua daripada usia psikologisnya. Menghadapi
lelaki ini, perempuan akan memosisikan dirinya sebagai ibu untuk anak mertuanya
juga.
Kalau
perempuan mencintai laki-laki dengan hatinya, tidak diragukan lagi, tiada yang
lebih tampan daripada lelakinya..
Fisik memang menjadi pertimbangan,
tetapi bagi sebagian orang, itu bukan yang utama. Yang jelas, untuk tiap
perempuan, lelakinya jelas tampak lebih tampan daripada lelaki lainnya. Mengapa?
Karena si perempuan telah melihat segalanya (terutama hal-hal yang bisa
melengkapinya) dalam diri si lelaki.
Tentang
kaya, bisa diperjuangin barenglah. Sebrengseknya laki-laki, asal cinta, nggak
bakal keluarganya dibiarin ngeblangsak.
Lelaki dididik sebagai lelaki. Aku percaya,
tiap lelaki akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk keluarganya. Ia tidak akan
membiarkan keluarganya menderita.
Kalo
fisik mah udah hak cipta Tuhan. Udah proporsional. Gitu aja demen kok.. Lagian,
emang sesempurna apa sih kita? Hehe..
Tiap manusia bisa mengukur diri dan
tahu diri. Pun tahu bersyukur. Itu aja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar