Namamu
siapa?
Suka
dengan nama itu?
Berencana
ganti nama?
Mulanya
saya membaca potongan biografi tentang Andrea Hirata di buku materi kelas VIII.
Yang menarik, Andrea Hirata tidak menyukai nama sejak kecilnya, yakni Aqil
Barraq Badruddin. Ia pernah menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi, ia masih
“merasa terbebani” (menggunakan bahasa di dalam buku tersebut) dengan nama itu.
Jadilah ia mengganti namanya dengan Andrea Hirata.
Saya
lantas berpikir, Ada berapa orang yang
tidak puas dengan namanya lalu mengganti nama?
Ingatan
saya berpindah-pindah dari Kugy yang pengin ganti nama jadi Kugy Charmaleon
lalu ke beberapa orang terdekat saya. Memang sih ya, waktu kecil kita tidak
bisa tidak menerima nama pemberian orang tua, tapi sekarang? Kita bisa
menentukan nama untuk diri kita sendiri. Sebuah brand. Halah.
Kalau
dikembalikan ke masalah gender nih, biasanya masyarakat (bahkan sering juga
perempuan itu sendiri; konteksnya keperempuanan) akan melabeli perempuan
bersuami dengan kata “nyonya” yang dijejerkan dengan nama suami. Kita akan
kenal Nyonya Anu (ganti “anu” di sini dengan nama suami). Nggak repot atau
bingung cari nama karena sudah ada nama yang dipersiapkan.
Saya
bukan menolak ide menggunakan nama suami sebagai pengganti nama diri, nggak
seekstrem itu. Kadang saya juga tertarik membayangkan saya menyandang nama
suami (nantinya). Cuma memang, sayang kalau nama saya mesti hilang. Saya tetap
menginginkan orang kenal saya sebagai Ika Fitriana, bukan hanya Nyonya Anu.
Bicara-bicara,
kenapa lelaki itu tidak ada yang menamakan dirinya dengan nama istrinya ya? Tuan
Ikaf, misalnya.
Eh,
fokus. Gimana menurutmu? Kamu pengin ganti nama?
(21 Agustus 2014)
Eh! aku jadi inget, kelas dua SD du pernah pengen ganti nama jadi "LUCKY"
BalasHapus:)))
Wow!
HapusNama panjangnya pasti "Lucky I'm in love with my bestfriend". Ya kan ya kaaan?