Jumat, 21 Agustus 2015

Siapa yang Menghiburmu?

Kita memang tidak akan pernah tahu siapa yang dikirim Tuhan untuk menghibur kita.

          Hari itu seorang lelaki dikirim untukku. Bukan tipe lelaki centil tukang gombal yang suka tebar pesona kepada perempuan meski sudah memiliki pasangan, bukan. Seorang lelaki kelas 9 yang hadir di depanku. Gabriel namanya. Ia bersekolah di salah satu SLB di Jakarta.
          Gabriel bercita-cita menjadi transformer. Ketika ada yang bilang itu tidak mungkin, wajahnya menyiratkan kebingungan. Aku mengarahkannya untuk jadi pembuat robot saja. Ia tetap mau jadi transformer. Giliran aku yang bingung. Gabriel malah bilang ia akan bikin kaus transformer saja kalau tak bisa jadi transformer. Aku tepok jidat.
          Gimana ya cara guru Einstein menghadapi Einstein?
          Ya malah mikir begitu aku. Hauft.
          Lanjut.
          Ia, Gabriel itu, hobi menyanyi lagu Smash. Ketika ia menyanyikan sebuah lagu dengan keras, aku langsung menebak dengan sok tahu, “Nyanyi apa sih kamu? Lagu Smash, ya?”
          “Bukan, Kak Ika. Ini pujian untuk Yesus. Masa Kak Ika nggak tahu, sih?”
          Erm, oke. Aku nggak tahu. Memang.
          Tidak selesai sampai di situ, ketika kelas berakhir, Gabriel mengejarku sambil membawa buku dan alat tulisnya. “Kak Ika… Kak Ika…, aku ada PR… .”
          Aku pengajar bahasa Indonesia, jadi kalau ada yang minta bahas PR denganku pasti soal bahasa Indonesia. Ya kan?
          Aku tanya saja materinya. “Oke, PR-nya tentang apa?”
          “PR agama, Kak.”
          Waduh.
          Gini, kawan, aku berjilbab. Bisa kau tebak agamaku? Dia, Gabriel, dari namanya, kau bisa tahu dia beragama apa kan?
          Aku terhenyak sesaat. Bingung mau respon gimana.
          Akhirnya, “Errrrr… Gabrieeeeelllll… Kakak mana bisa ngerjain PR agama kamuuuuu?”
          Dia bingung. “Ng… nggak bisa ya, Kak? Kenapa, Kak?”
          Oh, ya Allah, nyuwun ngapuro. Gimana ini jelasinnyaaa?
          “Emmm, sekarang kakak tanya, kamu agamanya apa?”
          “Kristen, Kak.”  
          “Nah, Kakak Islam.”
          Dia tidak tahu kalau jilbab adalah simbol yang digunakan seseorang untuk menunjukkan dia Islam (eh, atau justru dia membebaskan “jilbab” dari “Islam”, ya? Oalah, aku malah mikir ada kemungkinan dia tahu tentang dekonstruksi).
          Oke, lanjut lagi saja, ya.
          “Jadi, Kakak nggak bisa ya?” tanyanya lagi memastikan. Dia pikir pengajar itu serbatahu dan serbabisa kali, ya?
          “Nggak,” kataku tegas. “Coba kamu tanya sama Kak Robert, ya… .”
          “Loh, Kak Robert bukannya Islam, Kak?”
          Allah. Bahuku melorot tiba-tiba.

(21 Agustus 2015)

5 komentar:

  1. Ini keren!!!!

    Ah Gabriel ... masih bulat belum dikotak-kotakkan.

    Aku jatuh cinta pada lelaki yang menghiburmu. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahahaha.. kau nggak tahu aja, keadaan makin kompleks ketika aku perlu marah kepada teman-temannya yang berulah dan berulang kali dia yang minta maaf lalu meminta aku untuk tidak marah. Geregetan bangeeetttt..

      Hapus
    2. oh iya? Ahhh ..... makin jatuh cinta deh aku!

      Hapus