Aku
melihatnya di antara sekumpulan remaja: teman-temanku. Kami sedang merayakan
entah apa. Aku tidak bisa mengingat dengan jelas.
Ia
di sana. Dianugerahi tubuh tinggi membuat ia tampak lebih menonjol daripada
teman-teman yang lain. Ternyata, betapa aku merindukannya!
Sementara
aku terpesona dengan pria jangkung itu, ada yang menarik-narik tanganku. Kucari
tahu siapa yang menarikku.
“Halo,”
seorang gadis kecil bermuka bundar menyapaku. Senyum manis menyertai sapaannya.
Aku
membalas senyumnya. Kurasa, cukup mudah untuk membalas senyum siapa pun saat
aku sedang berbunga-bunga.
“Apa
kamu menyukainya?” tanyanya.
Aku
ternganga. “Ha?”
“Laki-laki
itu,” kataya dengan mata yang mengarah ke pria jangkung. “Apa kamu
menyukainya?”
Bagaimana ia bisa tahu? “Hahahaha… .
Kakak nggak ngerti maksud kamu apa, Adik kecil,” kataku sambil menjawil
pipinya.
Dengan
isyarat tangannya, ia memintaku menunduk, sejajar dengan dirinya. Aku menuruti
permintaannya dan membungkuk hingga kepala kami sejajar.
“Kamu
harus bilang apa yang kamu rasa kepadanya,” katanya menasihati, tidak sesuai
dengan usia kelihatannya. Kutaksir ia berumur 5 – 6 tahun. “Jangan biarkan ia
pergi tanpa tahu perasaanmu.”
Mendengar
itu aku hanya tergelak. Aku dinasihati anak kecil! Aku tak ambil pusing dengan
ucapannya. Aku meninggalkan gadis kecil itu dan berjalan ke arah teman-temanku.
Sesampainya
di tengah teman-temanku, aku pun terlibat obrolan dan tawa renyah mereka.
Namun, itu tidak lama. Satu per satu mereka berlalu dari situ. Kami melambaikan
tangan dan berjanji akan berjumpa lagi. Janji kecil yang barangkali nantinya
sulit ditepati.
Ia
termasuk salah seorang yang tinggal. Melihat ada kesempatan untuk bicara
dengannya, aku bimbang: akan kuambil kesempatan ini dan bicara atau
membiarkannya pergi. Aku ingat si Gadis Kecil bermuka bundar.
…
.
Ia
masih bicara dengan seorang kawan, lelaki juga. Pembicaraan yang hangat. Ia
beberapa kali tertawa. Aku maju dua langkah… lalu mundur tiga langkah lantas
berbalik dan menjauh dari tempatnya—padahal ia hanya lima langkah di hadapanku!
Di
depan sana, arah aku menuju, si Gadis Kecil menangis. Kuhampiri ia. “Kenapa?”
tanyaku saat sudah di dekatnya.
“Kamu
yang kenapa?” Sesaat aku tak mengerti pertanyaannya hingga ia melanjutkan,
“Kenapa kamu tak bicara kepadanya?”
“Eng..
itu karena… .”
“Kamu
harus bicara kepadanya! Kamu harus bicara kepadanya! Huaaaa… .” Bulir air mata
membasahi pipinya yang gembil. Aku dilanda kepanikan karena orang-orang di
sekitar situ melihat ke arahku.
Demi
meredakan tangisnya, kujawab ia, “Baik, baik. Nanti aku bicara kepadanya.”
Sementara
aku membujuknya, terdengar bunyi “kring-kring” sepeda. Tangis si Gadis Kecil
mereda. Senyum samar mulai terbit di wajahnya. Matanya berbinar melihat orang
yang datang bersepeda itu.
“Hai!”
Tak
mungkin aku tak mengenali suara itu. Suara Si Jangkung. Perlahan aku balik
badan. Ia tersenyum.
“Eh,
hai!” sahutku grogi.
“Mau
bareng?”
“Eh,
nggak usah—AWW!” Sebuah cubitan mendarat di kulit tangan. Si Gadis Kecil
pelakunya. Ia mungkin memprotes jawabanku. Aku teringat janjiku kepada si Gadis
Kecil. Buru-buru kuralat kata-kataku, “Eh, emang kita searah?”
“Emm…,”
ia tampak berpikir, “udahlah, yang penting bareng aja.”
Aku
sempat ragu sebentar lalu kataku, “Enggg, oke. Lagipula, ada yang mau aku
bilang… .”
Tak
lama kami pun melaju di atas sepeda itu. Kring-kring… .
Apakah gadis kecil itu adalah masa lalu si cewek? Aku kurang mudeng dengan ceritanya. Bingung tentang siapa gadis kecil itu -___-*
BalasHapuskalau imajinasiku, nih, Vi. Gadis kecil itu adalah anak mereka (ceritanya kayak Sailormoon, Usagi & Mamoru yang tetiba ketiban anak mereka, Rini) yang kalau mereka tidak bersama maka tidak ada gadis kecil itu, makanya dia menangis.
HapusKa... bebas yah, Ka? :)))
hahaha.. udah paham aja dengan (bakal) jawabanku..
Hapusya, Prie, BEBAAAS..
Evi: maknai secara bebas aja, Vi.. :))
Sapah gadis kecil itu? #Persoalan
BalasHapusbisa apa atau siapa, sih, sebetulnya.. :))
Hapus*nambahi persoalan*