Rabu, 17 Juli 2013

Syukur

          Syukur.
          Yang kebayang pas denger, eh, baca kata syukur adalah obrolan (kalo pake kata “diskusi” kayaknya berat; em, meski topik besarnya emang berat, sik..) bareng BarikatulHikmah di Kedai Lentera hari Minggu lalu. Kala itu, sambil menanti peserta Malam Puisi Jakarta yang lain yang belum datang, kami membahas mulai dari karya-karya Gus Mus hingga pengalaman Ika—sapaan akrab Barikatul Hikmah—berpuasa di negeri orang.
          Sebelum pertemuan malam itu, aku sudah membaca tulisan Ika di sini. Perasaan yang kemudian muncul setelah membaca tulisan itu adalah rasa syukur. Bener, deh! Aku merasa enak betul kita puasa di negeri sendiri yang kultur dominannya Islam.
          Mana pernah sebelumnya aku bayangin susahnya sahur?
          Mana pernah sebelumnya aku khawatir ada babi dalam makananku atau nggak?
          Mana pernah sebelumnya aku bayangkan di luar sana ada yang terpaksa shalat di dalam toilet?
          Mana pernah sebelumnya aku bayangin harus dipinggirin di bandara, dipisah dari penumpang lain, dan jadi tontonan orang sebandara gara-gara bawa gunting gerigi—berjilbab pula?
          Mana pernah sebelumnya aku bayangin ada muallaf Amerika yang datang ke Indonesia mempertanyakan tukang ojek—yang notabene bukan muhrim—dan “astaghfirullah”-nya perempuan ber-tank top + rok mini di angkot?
          Mana pernah sebelumnya aku bayangin aku dalam keadaan haus setelah makan sahur dan perlu minum, tetapi minumanku raib, yang hanya ada bir?
          Mana pernah sebelumnya aku… ah, ya, jelas tidak pernah sebelumnya kebayang.

4 komentar:

  1. Sepertinya rasa syukur itu selalu butuh pembanding. Tidak datang dengan sendirinya. Itu yang aku rasain :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah, setuju banget, Vi.. hahaha..
      kalo nggak ada pembandingnya suka ngerasa nggak bersyukur. manusia.

      Hapus
  2. Tulisan ini "cocok" banget ama beberapa tulisan di blog aku tempo hari. Heu. Tapi, bener banget poinnya Evi harus dibandingkan dengan yang biar tahu betapa kita seharusnya bersyukur dengan keadaan kita, apa pun itu.

    *lagi bijak*

    BalasHapus