Kamis, 09 Juni 2016

Trip 3 Pulau (2): Onrust



        
Setelah trip ke Pulau Kelor, pulau kedua yang kami kunjungi yaitu Pulau Onrust. Di pulau ini, ada pemandu wisata yang memaparkan sejarah singkat tentang Pulau Onrust. Nama pemandu kami adalah Pak Irsyad, tapi papan nama di dadanya bertuliskan “Rosadi”. Jadi yah, cuma dia dan Tuhan yang tahu siapa nama aslinya. Yang penting ada yang menjelaskan sejarah pulau. Yeah.
          Sebelum berkeliling pulau, kami makan siang. Di pulau ini ada beberapa warung yang menyediakan makan siang sederhana. Karena kami membawa bekal, kami hanya membeli kelapa muda. Kelapa mudanya segar sekali, lho! Ada es batu yang berenang di kelapa muda kami. Harganya Rp15.000,00 per buah.
          Onrust, Pak Irsyad menjelaskan, berarti sibuk, tanpa berhenti. Ya, memang, dari tiga pulau yang menjadi destinasi kami ini, aku lebih banyak tahu tentang onrust. Onrust dahulu menjadi pulau yang sangat sibuk. Orang datang dan pergi dari pulau ini. Konon, sebelum dan setelah pergi haji, orang dikarantina di Onrust. Well, dulu pergi haji melalui laut. Kenapa mereka harus dikarantina?
          Katanya sih, bukan kata Pak Irsyad, tapi dari sejarah yang pernah kubaca di internet sebelumnya, pribumi yang akan pergi dan pulang dari luar negeri (dalam hal ini pergi haji ke Mekkah) akan ditandai dan diawasi tingkah lakunya selama beberapa lama sampai mereka dinilai “aman” (dalam artian tidak memiliki dan menyebarkan konsep merdeka yang membuat pribumi memberontak terhadap Belanda).
          Penyebutan “haji” dan “hajah” juga tanda. Tanda bahwa mereka pernah ke Mekkah sehingga lebih mudah diawasi. Emm, tapi kalau sekarang, makna “haji” dan “hajah” agak bergeser ya, jadi simbol kebanggaan bahwa seseorang pernah menunaikan rukun Islam yang kelima, bahkan marah kalau gelar tersebut tidak dicantumkan pada nama.
          Orang-orang yang dianggap berbahaya oleh Belanda, dipenjarakan di Onrust. Sebenarnya, Onrust, Kelor, dan Cipir punya sejarah yang kurang lebih sama. Menjadi tempat karantina, tempat perawatan orang sakit, tempat eksekusi orang yang dianggap pemberontak, dan kuburan.
          Di sisi lain Onrust terdapat kompleks pemakaman orang Belanda. Menurut Pak Irsyad, kebanyakan mereka meninggal karena penyakit khusus yang ada di daerah tropis. Mereka yang berasal dari daerah empat musim tidak dapat menyesuaikan diri di sini. Kuburan tersebut berupa gundukan berbentuk segitiga. Ada paling nggak tiga makam yang khusus. Makam tersebut ditutup dengan batu dengan berukir puisi berbahasa Belanda.
          Melanjutkan perjalanan, nanti kita akan melihat makam pribumi. Makam para pribumi tidak berada dalam kompleks yang sama dengan wong Londho. Mereka terbuka begitu saja. Memang sih, ada tiga makam yang dikeramatkan. Ketiga makam tersebut dibuatkan “rumah”. Aku nggak foto makam-makam ini, takut mereka terganggu. Hehehe. Kalau mau tahu, googling aja ya. Em, atau, ya datang langsung saja ke Onrust!
          Sebagian besar bangunan di Onrust hanya tinggal pondasi atau sisa-sisa bangunan. Ini disebabkan oleh tsunami karena meletusnya Gunung Krakatau. Onrust lalu mati dan dibiarkan liar begitu saja sampai akhirnya dikelola oleh pemerintah. Menurut Pak Irsyad, ketika dibuka (kembali), Onrust menjadi hutan liar lengkap dengan hewan buas semisal ular.

Nih, aku bagikan hasil jepretanku selama di sana!

Memasuki salah satu rumah karantina.
Yang panjang dan hitam di depan itu meriam, lho!

Bagian dalam rumah karantina. Ada ruang-ruang periksa dan taman.

Toilet yang digunakan dahulu

Bentuk lain toilet 


Sisa-sisa bangunan


Di dalamnya semacam sumur gitu

Kalau tonggak-tonggak itu adalah sisa bale (tempat tidur), bisa bayangin nggak dulu bale-nya kayak apa?
Info sejarah Pulau Onrust.
(Dahulunya) Pagar antitikus. Nggak kebayang!
Ya, sesepi ini Onrust. Berpagar putih krem di sebelah kanan itu merupakan kompleks pemakaman orang Belanda zaman dulu.
Kuburan pribumi masih lurus ke depan ikuti jalan ini.
Habis berkeliling, eh nemu ayunaaaannn. Mana bisa dibiarkan?
Yuk ah, lanjut ke pulau berikutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar