Selasa, 28 Oktober 2014

Eridani

“Suatu saat nanti, kalau aku menikah bukan denganmu, apa kau akan menangis, Dani?”
“Em, nggak. Kamu, Er?”

          Kamu tiba-tiba teringat percakapan itu beberapa tahun yang lalu. Kamu bertanya-tanya sendiri, apa Eri akan datang hari ini?
          Sebentar jawaban terbentang. Kamu melihatnya datang sendiri. “Dasar wanita keras hati,” begitu pendapatmu dalam hati. Ia bergaun merah marun. Dekat dengannya selama tiga tahun cukup membuatmu paham warna itu bukan jenis warna yang ia pakai sehari-hari. Warna khusus.
          Mengapa ia datang sendiri? Sengaja datang sendiri atau memang belum punya pasangan? Jika belum memiliki pasangan, mengapa? Ah, kamu sadar kamu masih peduli kepadanya.
          Tibalah ia di depanmu. “Selamat menikah, Dani,” begitu katanya seraya menjabat erat tanganmu. Kamu merasa istrimu yang berdiri di sampingmu bergerak-gerak gelisah. Kamu tahu betul ia paling cemburu dengan Eri, gadis masa lalumu.
          Kamu berusaha mengimbangi senyumnya. “Terima kasih, Eri.”
          “Ah, ya, Dan, tentang pertanyaanmu dulu, kurasa jawabannya: tidak. Bukankah salah satu sumber kebahagiaan adalah dengan melihat kebahagiaan orang lain?” ujarnya sambil tersenyum lalu pergi dari hadapanmu.
          Kamu tahu benar ia berbohong. Akting omong kosong.


(25 Desember 2013)

2 komentar: