Selasa, 08 Juli 2014

Kantung Mata Alika

          Ada sepasang yang duduk di pojok restoran.
          “Kamu harus tidur cepat, Alika. Jangan terlalu sering tidur larut,” Koko berkata.
          Alika mendongak. Ia tersenyum saja lalu melanjutkan makannya.
          “Alika—”
          “—Iya, aku ngerti. Apa aku harus tidur dari sekarang?” sahutnya setengah geli sambil melirik matahari di luar sana.
          “Jangan meledek. Aku serius. Lihat kantung matamu!”
          “Mana? Nggak kelihatan, tuh!” Alika memain-mainkan matanya, berusaha melihat kantung matanya sendiri.
          “Alika!”
          “Hahahaha… iya, iya.”
          Selepas itu denting piring dan kunyahan yang mengudara.
          “Kamu tahu, Ko,” ujar Alika akhirnya. Mimiknya serius.
          “Tahu apa?” Koko waspada.
          “Kenapa mataku berkantung?”
          Koko mengernyit, “Ya itu karena kamu kurang tidur.”
          “Ah, Kokooo…,” Alika menghempas tubuhnya ke sofa merah restoran sebelum melanjutkan katanya, “imajinasimu tipis amat! Kantung di mata ini isinya rindu, tauk! Tiap aku rindu kamu, aku taruh di sini. Besoknya aku rindu, aku masukkan di sini. Lusanya aku rindu, aku cemplungkan ke sini. Tulat aku rindu, aku tumpuk—”
          “— Alika, selesaikan makanmu. Aku mesti kembali kepada istri dan anak-anakku.”

(25 November 2013)
          

2 komentar: