Bekasi, 12 Agustus 2014
Teruntuk Riesna Kurnia
Riesna yang baik,
Tulisanmu
ini tiba di mataku dengan selamat. Aku
tidak akan berusaha menghiburmu atau berkata, “Sudahlah.” Aku lebih memilih
berkata, “Selamat menikmati.”
Ya,
nikmati saja patah hati sebagaimana kau menikmati jatuh hati. Ini karena akan
ada saatnya kau lupa rasanya patah hati ketika kau kembali jatuh hati. Saat itu
relakan dirimu, relakan dirimu bahagia lalu hanyutlah dalam jatuh hati.
Riesna yang baik,
Aku
tidak akan berusaha menyuruhmu untuk menulis, tidak akan memberimu tips-tips
untuk menulis. Aku percaya, kamu (dan orang-orang patah hati di mana pun yang
kehilangan selera menulis) akan menemukan jalan bagi penamu. Kembali menulis. Ketika
waktu itu datang, kau bahkan tidak akan bisa menghentikan dirimu. Bebaskan saja
dirimu, tidak perlu dipaksa.
Riesna yang baik,
Aku
pernah patah hati dan aku pernah kehilangan selera menulis. Sangat tidak
menyenangkan. Setahuku, ketika ada satu hal yang sangat dalam dan berlimpah
rasa, kau justru akan kesulitan menuliskannya karena biasanya mereka akan
berebut ingin ditulis. Kau malah akan terbengong-bengong lalu bertanya, “Apa
yang mesti kutuliskan? Mulai dari mana?”
Iya,
pernah aku meminta—memaksa lebih tepatnya—diriku menuliskan tentang seseorang
karena aku memang sangat ingin mengabadikannya melalui tulisan. Apa aku
berhasil? Tidak.
Tidak
perlu memaksa dirimu, Riesna. Lakukan saja hal-hal yang menyenangkan. Dengarkan
musik riang atau sedih sesukamu. Bersedihlah sepuasmu. Setelah itu, senyum
untuk dirimu; bahagiakan dirimu. Bertemulah dengan orang baru dan buka hatimu.
Riesna yang baik,
Tentu
tulisan ini tidaklah seberapa berarti, barangkali. Aku tidak dapat menghayati
benar patah hatimu (dan sangat tidak ingin mengingat patah hatiku). Aku malah
tersenyum-senyum membaca tulisanmu bagian kilas balik: kala kau jatuh cinta. Aku
paham benar itu karena aku sedang menjalaninya. Menelepon hingga (dia)
tertidur? Ya. Berdebat masalah sepele? Ya.
Aku
tidak tahu harus minta maaf atau tidak karena kau kuminta menikmati patah
hatimu sedangkan aku menikmati jatuh hati. Aku tidak tahu ini akan adil atau
tidak—bahkan aku tidak tahu adil itu apa. Aku cuma merasa ini siklus: kala kau
patah hati kau akan ingat jatuh cinta;
kala kau jatuh cinta tak ingin ingat patah hati.
Riesna yang baik,
Aku
bahagia. Aku memiliki kekasih yang baik hati sekali, yang bersedia mengalah dalam
banyak hal kecuali yang prinsip dan berusaha melakukan hal-hal baik untuk kami.
Kautahu, ia melakukan semua itu seperti ia tidak pernah patah hati. Aku mesti
belajar banyak darinya.
Riesna,
Mari
berjalan maju. Semangatlah. Mengutip kata TikaKarlina, “Mari berbahahahagia!”
Penuh cinta,
Ika Fitriana
So sweet sekali Ika.
BalasHapusBiasanya kalau lagi patah hati, banyak ide datang Na ^^V
Aaaaakkkk~ Terima kasih, Eviiiii~
Hapusahahaha makasih Ika, makasih Evi :*
HapusAku sedang patah hati dan jatuh cinta sekaligus
BalasHapusaku pernah dooong~ *bangga*
Hapusudah tiga kali baca tulisan ini, dan tetap larut sama rangkaian kata-katanya.
BalasHapussatu hal yang jauh lebih penting...
IKA BAHAGIA SOALNYA SUDAH PUNYA KEKASIH YANG BAIK HATI SEKALI!!! CIYEEEEEEEE... :3
Duh, Onty duuuh.. aku jadi maluuuuu.. *nutup muka pake panci*
Hapus