: Anindya Haura Sakhi Ahmad, selamat ulang tahun
“Hauraaaa…,” tak tahan aku tak menjawil
pipi Haura, gadis kecil rambut gelombang bermata jeli. Ia menampik tanganku. Tak
suka di-jawil rupanya. Lama tak jumpa
memang membuat ia harus mengenaliku dari awal lagi. Aku yang sudah terbiasa digituin anak kecil ya cuek aja.
Aku tahu Haura suka membaca. Kuambil sebuah
buku dari tasku lalu berpura-pura bicara sendiri untuk menarik perhatiannya, “Baca
dongeng ah. Kayaknya seru banget nih bukunya. ‘Dongeng karya Grimm Bersaudara’.”
Kulirik Haura. Dia masih sibuk dengan es krimnya. “Haura, lihat deh sampulnya. Bagus
ya?”
Haura melihat sekilas. Antara ingin
melihat dan takut denganku.
“Ada banyak dongeng di buku ini. Em, 15
terus tambah satu cerita tentang penulisnya.”
“Ceritanya tentang apa aja, Tante?”
Mama Haura ikut memancing.
“Banyaaaakkkk… . Ada Putri Salju,
Hansel dan Gretel, Tom si Ibu Jari, Rapunzel, Aurora—”
![]() |
Daftar dongeng di buku Dongeng karya Grimm Bersaudara ini |
“Wah, Haura suka banget tuh sama
Aurora! Ya kan, Haura?”
Haura mengangguk sambil tetap khusyuk
dengan es krimnya.
“Oh, Haura sukanya sama Aurora. Kalau
Tante Ikaf sih suka cerita kurcaci dan tukang sepatu. Sepatunya bagus-bagus. Haura
sini deh lihat,” bujukku. Haura mulai melihat ke arah gambar yang aku
tunjukkan. “Sini. Dari situ mana kelihatan.”
Haura melihat ke arah gambar. “Bagus?”
tanyaku.
Dia mengangguk. “Haura juga punya
sepatu ini,” katanya tak disangka-sangka. Yay, alhamdulillah dia mau ngomong! Hahaha.
“Oh, sepatu warna merah ya, Haura?” Dia
mengangguk. “Baguuusss… .”
“Bukunya bagus, Tante?” tanyanya mulai
terang-terangan terbuka.
“Yap. Sesuailah dengan Tante pikir. Dari
sampulnya bagus, terus lihat daftar isinya juga bagus. Dari awal pegang,
waaahhh Tante udah pengin beli!”
“Haura nggak suka cerita sedih.” Huruf “r”-nya fasih sekali.
“Tos. Tante juga. Tenang aja, akhirnya
bahagia kok. Eh, ini lihat deh, banyak gambar bagusnya. Nggak tulisan doang.”
“Nanti setelah baca—atau dibacain sama
Ibu—Haura bisa tahu bahwa selain Aurora, banyak banget cerita yang juga bagus. Gimana
perjuangannya si Tom, kisah Rumpelstiltskin, sampai kisah tentang pembuat
dongengnya. Grimm bersaudara.”
![]() |
"Ini nih, cerita 'Rumpelstiltskin'." |
“Mereka masih ada, Tante?”
“Nggak. Wilhelm Grimm meninggal tahun
1859 dan Jacob Grimm meninggal tahun 1863.”
“Tante udah lahir?”
“Hah? Ya belumlaaahhh.. Ibumu juga
belum, Sayang. Hahaha.”
“Kirain masih ada. Terus Tante ketemu.
Kalau mereka masih ada, terus Tante ketemu, Tante mau bilang apa?”
“Emmmm, bilang apa yaa?” Aku sok-sok
mikir sambil lihat ekspresinya. “Tante mau bilang terima kasih aja deh. Terima kasih
karena mereka menuliskan dongeng-dongeng yang bagus banget, Haura aja suka. Selain
Haura, pasti banyak anak-anak di luar sana yang senang diberi cerita bagus. Anak-anak
akan jadi orang yang kreatif deh sebab imajinasinya terasah. Tante juga mau lho
kalau opa-opa itu ngajari Tante nulis dongeng gitu soalnya kan—”
“Bu, es krim Haura habiiis.”
“Oh, habis ya? Ya udah, kalau habis,
sini bersihin,” sahut Ibunya.
“—seru banget.” Aku dicuekin. Aku akhirnya melihat Ibu dan
anak itu sibuk dengan es krim yang habis dan membersihkan sisa-sisa es krim di
mulut dan baju. Serah, Haura, serah. Suka-suka Haura ajalah. Tadi nanya, tapi
nggak didengar jawabannya. Hauft. *pundung*
Identitas
buku:
Judul: Seri Dongeng Sepanjang Masa: Dongeng karya Grimm Bersaudara
Penyusun: Ruth Brocklehurst dan Gillian
Doherty
Pengalih bahasa: Kartika Sari Santoso
(editor: Marina Ariyani)
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Kota, tahun terbit: Jakarta, 2012
p.s.:
buku
ini kuberi rating 5 dari 1—5. Yay!
(tulisan
yang diikutsertakan dalam Reading ChallengeNovember 2016 Monday Flash Fiction)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar