Kejadian ini merupakan lanjutan dari kejadian yang saya ceritakan di catatan sebelumnya.
Urutannya begini:
malam sebelumnya saya chat dengan Khalila Zhafira,
paginya mengucapkan “selamat ulang tahun” kepada “Ana”,
dan malamnya kejadian ini.
Ehm, sebenarnya sih.. siangnya juga ngaco.
Saya tidak dapat memahami sms teman saya
dan meminta teman saya yang lain untuk menerjemahkannya.
Sayangnya, saya masih tidak paham juga
--yang padahal dalam keadaan biasa sms itu gampang dipahami:
Minta dibawakan soal.
Karena tidak pahamnya saya dengan sms itu,
saya lantas meminta teman yang menerjemahkan itu
untuk membalas sms tersebut.
Maklum, ketika itu tenggat litbang mengeluarkan soal tes.
Hehehehe..
Jadi, ya…
Begitulah..
Nah, inti dari catatan ini adalah peristiwa yang terjadi pada malam harinya.
Ketika itu saya dan teman-teman berencana mampir ke “Al-Fath”,
sebuah toko busana muslim di Rawamangun,
yang dekat dari Primagama Rawamangun
dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Saat itu kami keluar gedung seperti biasa:
Bersama-sama dan bercanda-canda.
Sesampainya di pinggir jalan,
Saya secara otomatis menyetop angkot bernomor 02
dan buru-buru naik ke atasnya karena lalin malam itu padat merayap.
Selama beberapa menit,
Saya merasa aneh.
Saya merasa suara teman saya hilang.
Ah, benar saja.
Mereka tidak naik ke angkot itu.
Saya melihat mereka tertawa terpingkal-pingkal di pinggir jalan itu.
“Ih, kenapa, sih, mereka?” pikir saya.
Mereka tertawa sambil menunjuk-nunjuk.
“Ah, gue salah naik angkot, ya?
Emang ini 02 monyong apa?”
Pikir saya lagi sambil meneliti angkot tersebut.
Fyi, di Balai Pustaka itu
melintas dua model angkot bernomor 02:
- M 02 kijang ( = monyong) jurusan Rawamangun – Kampung Melayu.
- JT 02 carry jurusan Rawamangun – Pangkalan Jati (Kalimalang)
Saya menatap kedua teman saya dari angkot.
Mereka makin terpingkal-pingkal
sambil memegangi perut dan sesekali menunjuk-nunjuk speechless.
Sang supir angkot yang pengertian, menurut saya,
bertanya kepada saya,
“Neng, itu temennya naik, nggak?”
“Nggak tau, deh, Pak..”
Jawaban yang aneh karena biasanya kami bertiga biasa satu angkot
tapi tentu saja ketika itu saya tidak berpikir sejauh itu
--eh, apa malah nggak mikir?
Akhirnya saya memutuskan untuk turun dari angkot karena teman-teman saya tak kunjung naik.
“Saya turun aja, deh, Pak..
Salah naik angkot kayaknya..
Maaf ya, Pak..” kata saya ke supir angkot.
Seturunnya dari angkot,
Saya langsung menghampiri dua teman saya yang masih tertawa-tawa setengah berjongkok itu.
“Kenapa, sih?
Emang gue salah naik angkot, ya?
Kan bener itu 02 Pangkalan Jati..
Bukan 02 monyong..” protes saya panjang lebar kepada kedua teman saya itu.
Mendengar protes saya,
Tawa keduanya malah meledak lagi.
Setelah beberapa lama,
Ketika akhirnya tawa mereka mereda dan sanggup bicara,
Salah satunya bertanya,
“Mb Ikaaa..
Mb Ika mau ke manaa?”
“Mau pulanglah.”
“Huahahahahahahaha..”
Tawa mereka berderai lagi.
“Kenapa, sih?”
“Kita tadi rencananya mau ke mana, Mb Ikaaaaa?”
*nepok jidat.
“Oh, iya..
Kan kita mau ke Al-Fath, ya..
Truz, ngapain gue naik angkot?”