Aku
benci lorong.
Ada
sebuah lorong kaca berwarna hitam di salah satu mal di Jakarta. Untuk menuju
toilet, kita harus melewati lorong itu. Bagi beberapa orang, lorong tersebut
barangkali bisa dijadikan tempat foto-foto atau berkaca. Namun, bagiku, lorong
hitam menjadi salah satu tempat yang menakutkan. Aku bukan abnegation yang tidak suka
melihat diri dalam cermin, tetapi tiap kali aku melihat ke kaca lorong hitam, aku
merasa hal mengerikan akan terjadi.
Benar
saja.
Pada
sebuah siang hari, mal yang jarang pengunjung ini makin terasa senyap di bagian
lorong. Seberapa banyak sih orang yang ke toilet dalam waktu bersamaan?
Aku
berhasil mencapai toilet. Caranya adalah dengan mengabaikan kengerian si lorong
hitam dan berjalan lurus fokus ke toilet. Hanya ada satu orang di dalam toilet.
Dia pergi, tinggallah aku sendiri. Mal sepi di toilet yang sepi.
Keluar
toilet, lorong kaca hitam menatapku dingin. Antara penasaran dan takut, mataku
beralih kepadanya: lorong kaca itu.
Aku
terkejut bukan buatan kala melihat perempuan berambut gelombang terurai
melewati bahu. Ia berada di dalam kaca hitam lorong. Matanya merah dengan
kelopak yang bengkak dan rautnya jauh dari kesan ramah. Dengan pelan ia
menunduk seolah memberitahukan keberadaan gadis kecil di sana. Aku baru menyadarinya!
Anak
perempuan itu berjalan gembira menuju sebuah bangku. Entah dari mana, ada
seorang lelaki paruh baya mendekati si gadis kecil. Dengan tatapan binal,
lelaki merasa haus melihat gadis kecil. Ia membuka resleting celananya lalu
mengeluarkan kelaminnya yang tegak menantang. Sambil menyeringai, lelaki
menggosok-gosokkan kelaminnya dengan dua tangan di depan gadis kecil yang
tercengang.
Lalu
hilang.
Tinggallah
perempuan bermata merah menangis sesenggukan.
Aku
gemetar. Tiada daya bergerak maju atau mundur. Ternganga saja. Ketika mulutku
sudah hampir bilang siapa kamu?, sosok
perempuan dalam kaca menghilang.
Aku
kemudian tahu sebab ia menghilang saat mendengar dua orang bercakap-cakap.
Sepasang kekasih berjalan menuju toilet yang aku tinggalkan. “Sebentar aku ke toilet
dulu,” ujar perempuan. Lelakinya mengangguk lalu mematut-matut diri di depan
kaca.
Aku
berusaha berjalan dan melupakan perempuan dalam kaca di lorong hitam. Sudah,
lain kali takkan aku biarkan aku sendirian.
(25 Januari 2015)
Tulisan
yang ikutkan untuk give away Aprie Janti di sini.
Euwh.. jangan bilang ini lorong kaca di kuningan city? :/
BalasHapusiyaaaaa.. hahahaha.
HapusUntunglah jauh dari Bandung. Pffttt
BalasHapusKok kamu ngeri sik Ikaaff ...
Kamu yakin di Bandung nggak ada lorong macam gitu juga?
HapusCoba diperhatikan dengan saksama..
walaupun masih pagi, tapi baca tulisan ini pas sendirian di ruangan...
BalasHapushalo, bulu kuduk. berdirinya jangan lama-lama, ya. iya.
Suruh duduk lagi, Onty! :D
Hapus