Sebetulnya nama asli pulau ini
adalah Klebong yang berarti kelabang.
Menurut Bang Geryl, hospitality and event manager Pulau Leebong, pulau sekitar situ
memang dinamai dengan nama hewan. “Pulau itu (menunjuk pulau terdekat) namanya Pulau Rengit yang artinya nyamuk
kecil,” katanya suatu sore ketika aku duduk sendiri dan teman-temanku asyik
bermain kayak.
![]() |
Paduan warnanya itu lho, suka! |
***
Aku lupa sih sejak kapan kami
merencanakan akan ke Belitung, yang jelas, kami mulai menabung dan mencicil
tiket pesawat dsb mulai Maret 2017 (untuk pergi 28—31 Juli 2017). Imas Uliyah, sang pembuat itinerary, menawarkan Leebong kepada
kami. Daya tarik pulau itu kepadaku jelas: rumah pohon (tree house)! Cumaaaa... mulanya aku agak ragu. Mahal banget, bo! Semalam
menginap di rumah pohon itu: 4,8 juta!
Singkatnya, kami setuju tuh menginap
di situ. Mahal nggak apa-apalah. Sesekali. Tanpa tahu fasilitas yang akan kami
dapat. Yes, aku mikir nginep doang di situ.
1.
Rumah pohon (tree house) bernama Zara Villa
Ternyataaaaa,
di luar ekspektasi, pemirsa. Nggak menyesal kami pilih leyeh-leyeh di sana. Kami
dapat rumah pohon (tadinya sempat nggak bisa tuh karena ada yang udah booking). Rumah pohonnya nggak seperti
rumah Tarzan itu, nggak. Seperti kamar hotel yang ditangkringin di atas pohon. Kira-kira
begitu. Hihihi.
Di Zara
Villa, nama rumah pohon itu, terdapat satu tempat tidur besar, satu sofa bed, kamar mandi di dalam
(dilengkapi dengan shower dan hair dryer), minum, teko, dan handuk. Terus,
terus, ada balkon yang menjorok ke atas juga. Pemandangan kece deh dari situ.
Selain rumah pohon, mereka punya
juga sih pilihan vila yang lain. Cek aja di sini.
![]() |
Tampilan keseluruhan rumah pohon (tree house) Zara. Ketje, kaaan? |
![]() |
Tangga menuju kamar. |
![]() |
Ini tampilan kosongnya. Alhamdulillah cerah, jadi fotonya jelas deeeehh. |
![]() |
Hair dryer di kamar mandi |
![]() |
Kamar mandi di rumah pohon. |
2.
Makan malam dan sarapan
Kalau kita datang siang, seperti kami kala itu,
kita akan disambut dengan handuk dingin. Rasanya segar banget, euy! Habis itu, makanlah kita. Cumaaa,
untuk makan siang, nggak termasuk fasilitas mereka. Jadi yaaa, kami bayar
tambahan lagi. Sekitar Rp500.000,00 untuk berempat. Tapiiii, kamu nggak bakal
menyesal karena rasa masakannya juara! Enak banget. Delapan jempol—jempolku dan
teman-temanku—untuk Chef Santo. Chef Santo ini udah keliling dunia lho. Jadi ya,
nggak usah diragukan lagi rasa masakannya.
Chef Santo, yang sudah selesai aktivitas di dapur,
biasanya akan keluar menemui penikmat karyanya. Nah, paling seru ketika menemui
kami. Dia promo sekaligus menantang kami, “Kalau kamu nginap di sini, kamu mau request makanan apa, saya masakin deh. Tinggal
bikin list-nya.” Dia bicara begitu,
karena tamu yang lain hanya pulang pergi ke pulau itu.
Ditantang begitu, dengan sigap Imas menyahut, “Wah,
kebetulan tuh, Chef. Malam ini kami nginap di sini.”
Chef langsung tepuk jidat. “Waduh,
mati gue! Kirain yang menginap bukan kalian.”
Hahahahahaha. Otomatis kami
tertawa. “Jangan mati dulu, Chef, saya bikin list dulu,” aku menimpali. Tampang kami nggak meyakinkan untuk
menginap kali ya. Kinyis-kinyis gimana gitu. Hahaha.
Well,
akhirnya inilah
makan malam kami: barbeque ala Chef Santo.
Untuk sarapan, kami diberi pilihan: makanan ringan
seperti churros dkk atau makanan
berat seperti nasi goreng dkk. Kami pilih churros.
Jadilah kami sarapan churros, pisang
kipas, dan otak-otak. Favoritku otak-otaknya. Wuenak. Ya karena dasarnya aku
lebih suka makanan gurih daripada manis sih. Hehehe.
![]() |
Kiri ke kanan: churros pakai saus susu coklat, sate otak-otak, dan pisang kipas. Enyak-enyak-enyaaak. |
Oh ya, teh, kopi, dan air putih minum bebas yes. Kapan
aja bisa deh itu. Selalu ada di restoran.
3.
Banyak pilihan aktivitas
Selama di sana, banyak hal yang bisa kita lakukan. Mereka
sedia kano, kayak, voli pantai, hammock di
pantai, bangku santai, berenang, bersepeda keliling pulau, karaoke, dan
lain-lain. Lepas makan siang, kami ke kamar untuk bersih-bersih diri. Habis itu?
Tidur. Wakakakaka. Capek sih.
Kami baru keluar sore hari. Agenda kami adalah
bersantai di lazy bed. Yap, kami bawa
lazy bed dari Jakarta. Sayangnya,
angin tidak terlalu kuat sore itu. Lazy bed
kami tidak mau gendut. Gagal deh santai-santai di lazy bed. Teman-temanku lalu beralih main kayak menuju hammock—sore itu air pasang, jadi hammock-nya terkesan berada di tengah
laut. Aku yang malas basah-basahan, memilih duduk di bangku santainya saja.
![]() |
Ini waktu mencoba mengisi lazy bed dengan angin. |
![]() |
Gembira banget yaaaa~ |
![]() |
Mutia bersantai di hammock. |
![]() |
Bermain kayak. |
Selesai makan malam, agendanya adalah api unggun. Sayang,
kayu bakarnya basah karena malam sebelumnya turun hujan. Jadi kami pilih
karaoke deeeehhhh. Lagu yang dipilih? Lagu tsurhatan mulu! Dasar wanita.
![]() |
Selain kami, ada juga yang menikmati karaokean. |
Pulang dari karaokean di restoran, kami bersepeda
menuju rumah pohon.
Pukul 04.00 keesokan harinya kami bangun untuk
menyambut kelahiran matahari. Sebenarnya itu kepagian sih karena matahari
terbit itu pukul 05.20. Ditemani Kris dan Yadi, staf Leebong, kami bersepeda
menuju bagian lain pulau guna melihat sunrise.
Sambil menanti matahari terbit, kami menikmati bintang yang cantik betul,
seolah bisa kami gapai dengan tangan. Selain itu, di situlah pertama kalinya
aku salat Subuh di pantai. Tambahan pula, habis itu kami yoga ala ala. Nikmaaaat
sekali.
![]() |
Nggak ada penantian yang sia-sia eh? |
![]() |
Aku dan Nuniek ceritanya kelahi. |
![]() |
Yoga ala-ala. |
![]() |
Banyak bayi kepiting! |
Habis menyambut matahari lahir, kami mencoba lagi
mengisi lazy bed dengan angin. Kipas angin,
tepatnya. Wakakaka. Ide jeniusnya Kang Yadi. Yay, jadi bersantai! Alhamdulillah!
![]() |
Untuk malas-malasan kayak gini, perlu usaha! Wakaka. |
4.
Antar-jemput dari Tanjung Ru
Ini nilai plus lain untuk Pulau Leebong. Sudah disiapkan
perahu motor untuk mengantar dan menjemput kami dari Pelabuhan Tanjung Ru. Coba
kalau sewa sendiri, bayarnya sekitar sejuta pulang pergi. Btw, nggak ada fotonya nih. Nggak apa-apa ya. Hehehe.
5.
Pulau Pasir Putih
Pulau ini tidak berpenghuni. Jangankan manusia,
pohon aja nggak ada di sini. Pulau ini masih asuhannya Pulau Leebong. Disiapkan
bangku santai dan ayunan. Mau gelundungan
juga bebas. Toh, cuma kami berempat (eh, ditambah bang sopir perahu deh).
![]() |
Hymn for the weekend. Yay! |
![]() |
Model kalender bulan Juli. |
![]() |
Isi pulau ini cuma kami berempat. Bebaaass~ |
![]() |
"Nieeekkk, tungguiiinnn~ banyak rumah bayi kepitiiing. Kalau diinjak, nanti mereka merasa gempaa~" |
![]() |
Hajiyejiyejiyee~ |
![]() |
Di balik sebuah foto yanng bagus, ada Imas dan Mutia yang ngurek-ngurek pasir untuk naro kamera. Danke, Imas, Mutia! *cups* |
6.
Tim yang ciamik
Satu hal yang aku apresiasi, dan ini kuhitung
sebagai harga, adalah servis dari para staf. Mulai dari Tanjung Ru, kami
disambut kapten perahu motor berkaus “I love Belitung”. Sesampainya di Leebong,
barangkali nakhoda sudah kontak orang Leebong, kami disambut oleh laki-laki
berkaus merah (bertuliskan “I love Belitung”) yang kemudian memperkenalkan diri
sebagai Dana. Alat komunikasi yang digunakan Dana keren. Harga, tjuy. Oh ya,
nggak usah khawatir dengan barang bawaan. Sudah ada staf yang membawakan ke
penginapan.
Sampai di titik tertentu, kami disambut Yadi—yang lagi-lagi
berkaus “I love Belitung”. Dia yang mengantar kami hingga ke restoran. Di restoran,
kami disambut Geryl. Karena fokus ke handuk dingin, aku lupa Bang Geryl pakai
baju “I love Belitung” juga atau nggak. Hahaha. Kayaknya sih warna putih.
Waktu aku duduk sendiri di bangku santai sementara
teman-temanku main kayak, aku diajak ngobrol oleh Bang Geryl. Aku jadi teringat
bos di tempat kerjaku yang selalu meminta kami untuk tidak membiarkan siswa
duduk sendiri: mesti ditanya atau diajak ngobrol biar dia nyaman. Itulah yang
dilakukan Bang Geryl, mengajak ngobrol. Ketika Bang Geryl harus pamit
mengantarkan tamu yang pulang, Pak Yudi, yang ternyata owner, yang gantian menemaniku ngobrol. Ntap soul.
Job desc staf di Leebong ini kayaknya
jelas banget. Ada yang melalukan pengasapan (fogging)
di sore hari untuk mengusir nyamuk dan serangga lain, ada yang membawa
barang-barang, ada yang menemani tamu, ada yang di dapur, ada yang di restoran,
ada yang di konter suvenir, ada yang menyapu pulau, hingga ada yang
membersihkan bangku-bangku! Tahu nggak, batang-batang pohon yang difungsikan
sebagai bangku, itu pun dilap! Keren banget mereka!
Gimana bisa aku nggak betah coba?
7.
Beberapa saran
Karena tulisan ini merupakan tulisan seenak udelku,
tidak diminta oleh pihak Leebong atau siapa pun, aku bicara apa adanya. Ada beberapa
saran, baik untuk pihak Leebong atau tamu yang akan datang. Nih.
a. Kontak person kami adalah Pak
Rio. Nah, salahnya kami adalah tidak minta nomor kontak staf situ. Karena di
kamar tidak ada telepon dan jarak antara rumah pohon dengan asrama karyawan
cukup jauh, kami agak susah untuk meminta sesuatu. Jadilah kami kontak Pak Rio—yang
tidak tinggal di situ—bila ada perlu. Untuk kasus ini ada dua solusi: pihak
Leebong menyediakan telepon di kamar atau yaaa si tamu inisiatif minta nomor
kontak staf.
b. Stop kontak di kamar ditambah. Atau,
minimal disediakan colokan tambahan. Kami yang turis ala ala ini, biasanya
mengisi baterai power bank dan ponsel
kami pada malam hari. Bersamaan. Wakakaka.
c. Televisi yang untuk karaoke
sering hitam sendiri. Kami yang nggak hafal lirik, harus nunggu sejenak sampai
dia nyala lagi. Hehehe.
d. Kualitas sepeda lebih
diperhatikan. Sepeda yang kunaiki pedalnya agak susah dikayuh, jok sepeda Imas
miring. Lebih oke bila ditambah lampu biar lebih terang ketika menuju titik
lihat sunrise.
e. Apabila tidak memungkinkan
menambahkan lampu di sepeda, paling benar ya menyalakan lampu jalan menuju ke
bagian pulau untuk melihat matahari terbit.
f. Teruuuuss, mbok ya kami jangan disuruh bangun pukul 04.00 untuk melihat sunrise sementara belum ada satu orang
staf pun yang udah bangun. Akhirnya kami mengetuk salah satu pintu karyawan
deh.
***
Kurang lebih itulah pengalaman
kami di Leebong, Belitung. Kalau ditanya, mau ke Leebong lagi nggak suatu saat nanti,
jelas aja MAUUUUUU! Hahaha. Udah ngerasain nyamannya sih. Mau ke sana juga? Bolehlah,
kami diajak. *teteupppp*
Bagus ya kk.
BalasHapusSangat mirip dgn gili.
Iya, baguuuuss.. tapi aku belum bisa membandingkan dengan Gili (kalau yang dimaksud adalah Gili, Lombok).
Hapusijin save fotonya ka,
HapusSuka bgt sama rumah pohonnya. Ketce..
BalasHapusBROKER TERPERCAYA
BalasHapusTRADING ONLINE INDONESIA
PILIHAN TRADER #1
- Tanpa Komisi dan Bebas Biaya Admin.
- Sistem Edukasi Professional
- Trading di peralatan apa pun
- Ada banyak alat analisis
- Sistem penarikan yang mudah dan dipercaya
- Transaksi Deposit dan Withdrawal TERCEPAT
Yukk!!! Segera bergabung di Hashtag Option trading lebih mudah dan rasakan pengalaman trading yang light.
Nikmati payout hingga 80% dan Bonus Depo pertama 10%** T&C Applied dengan minimal depo 50.000,- bebas biaya admin
Proses deposit via transfer bank lokal yang cepat dan withdrawal dengan metode yang sama
Anda juga dapat bonus Referral 1% dari profit investasi tanpa turnover......
Kunjungi website kami di www.hashtagoption.com Rasakan pengalaman trading yang luar biasa!!!