Ehehehe,
nggak seperti Skypiea di One Piece sih, tapi kurasa pas banget kalau pengalaman
pertamaku naik pesawat itu seperti sedang mengunjungi Skypiea, kota di atas
awan. Pertama kali naik pesawat, pertama kali naik Garuda Indonesia. Yuk, sini
aku ceritakan!
Rabu,
23 Desember 2015, rumah kami riweuh. Hari itu kami bersiap berangkat ke Riau,
rumah nenek berada. Sekitar pukul 08.30 kami sudah sampai Bandara Internasional
Soekarno-Hatta (Soetta). Ya, GA 144 yang akan kami tumpangi bertolak dari
Cengkareng. Sebenarnya, kami lebih mudah naik dari Bandara Halim Perdana
Kusuma, lebih dekat rumah, tapi ya sudahlah, karena beberapa pertimbangan
semisal jam penerbangan, kami memilih Soetta.
Karena
ini penerbangan pertama kami (aku, adik, dan Mama), aku memastikan menjadi
pengalaman yang menyenangkan. Aku memilih Garuda Indonesia karena yakin Garuda
akan membuat kami terbang dengan nyaman dan merasa aman. Budget? Emmm, karena
kala itu high season, semua maskapai
memasang harga tinggi. Tapiii… sebenarnya kalau kita mau rajin ngecek, sering lho maskapai memberi
harga spesial, lebih murah dibanding biasa. Waktu itu, alhamdulillah kami dapat
harga Rp870.000,00 per orang (untuk 23 Desember 2015) dan Rp875.000,00 per
orang (untuk 27 Desember 2015). Istimewa! Menjelang keberangkatan sih aku cek
tiket Garuda dengan tujuan yang sama harganya 1,9 juta rupiah.
Oh
ya, untuk mendapatkan tiket tersebut, aku siagakan (eyak bahasanya!) beberapa
aplikasi: tiket(dot)com, airpaz, skyscanner, dan wego. Sempat juga sih cek di
situs Garuda Indonesia-nya. Cuma, berhubung masih galau akan terbang naik apa,
jadi nggak mengikuti situs itu deh. Terus, akhirnya dapat tiketnya dari mana?
Hehehe, tiket(dot)com. Cara booking-nya
pun mudah. Aku yang belum pernah gunakan aja merasa gampang kok. Tinggal cari
tujuan yang kita mau, nanti terbentang beberapa pilihan maskapai lengkap dengan
fasilitas yang disediakan. Unduh aja aplikasinya di Play Store.
***
Aku
senang sekali ke bandara. Untuk terbang beneran.
Hm, jadi, dulu itu, sekitar tahun
2010 kalau nggak salah, aku datang ke bandara untuk… bimbingan skripsi! Dosen
pembimbingku akan terbang ke Jember soalnya. Jadilah bimbingan sambil antre masuk terminal. Hahaha.
Garuda
Indonesia berada di terminal 2, satu gedung dengan penerbangan internasional.
Ruang tunggunya nyaman. Yang paling membahagiakanku ya… lihat pesawat Garuda
yang mondar-mandir. Aku kepengin melihat pesawat yang take off, tapi terhalang gedung lain. Hauft.
![]() |
Nonton pesawat akan parkir |
Untuk
menuju pesawat, kami harus naik bus. Kami naik bus dari ruang tunggu.
Pengalaman ini bagiku seperti wisata keliling bandara. Hehehe.
![]() |
Pesawat yang sedang parkir |
![]() |
Di dalam bus menuju pesawat yang ke Pekanbaru (PKU) |
Masuk
ke dalam pesawat kami disambut oleh sepasang kru Garuda Indonesia. Mereka
menyambut kami dengan senyum bersahabat dan kami dipersilakan mengambil surat
kabar yang sudah disiapkan. Aku mengambil satu lalu masuk ke dalam kabin.
Kabin
bagian depan merupakan kabin untuk kelas bisnis. Formasi (beuh, formasiiii…)
tempat duduknya 2-2. Bangkunya besar dan tampak nyaman sekali. Eits, tapi
tempatku bukan di situ, melainkan di kabin ekonomi. Antara kabin bisnis dan
kabin ekonomi hanya dipisahkan dengan sebuah tirai.
Tidak
seperti kelas bisnis, tempat duduk kelas ekonomi memiliki formasi 3-3. Kami
mencari tempat duduk dan mendapati kursi kami berada di belakang pesawat.
Baguslah. Posisi wuenak untuk
memotret. Hehehe, jangan bilang-bilang sama kru Garuda, ya! Nanti nggak boleh motret, lagi.
Aku
duduk nyaman di kursiku. Memasang pengaman lalu melihat-lihat kantung yang
berada di depanku. Ada headset (yang
masih terbungkus plastik), kertas
petunjuk yang dilengkapi gambar (cocok sekali untuk orang yang baru terbang
pertama kali sepertiku), majalah, hingga kantung kertas yang siapkan untuk
orang yang mabuk udara. Oh ya, monitor ditempelkan di bagian belakang bangku
depanku.
Aku
menyalakan monitor dan menghubungkan kabel headset
ke monitor. Beberapa pilihan disediakan untuk menemani perjalanan: tayangan
wisata di Indonesia, lagu-lagu, film, dan games.
Sayangnya, layar sentuhnya kurang sensitif. Jadi ya… harus menekan agak keras
untuk bisa memilih-milih tayangan. Aku memilih memutar lagu saja karena toh aku yakin aku akan lebih banyak
lihat-lihat (pemandangan) daripada menonton (film).
Konon, take
off dan landing menjadi bagian
yang tidak menyenangkan bagi beberapa orang. Aku mencatat baik-baik bagian ini
dan bersiaga penuh ketika akan mengalami dua bagian itu. Dari pengalamanku,
kalau kita santai, tidak tegang, kemudian kepala tertempel lekat di kursi,
kepala nggak akan sakit. Untuk mengatasi telinga yang berdenging, aku menelan
ludah. Biasanya pendengaranku akan normal lagi. Punya cara lain?
***
Pesawat
tahu-tahu sudah di antara awan. Seperti belum puas, dia naik terus menembusi
awan-awan. Bila biasanya aku melihat awan itu jauh sekali di atas, kali ini aku
melihat awan jauh sekali di bawah. Sama-sama jauh. Hahaha.
Awan-awan
itu mengingatkanku dengan awan kinton di Dragon Ballz. Adikku ingatnya skypiea.
Aku mengiyakan. Hahaha. Maklumlah, kami penggemar anime (beberapa aja sih) jadi
bayangannya pun nggak jauh dari anime.
![]() |
Di atas laut. Biru (laut), biru (langit), dan biru (Garuda). |
![]() |
SKYPIEA. HURAY! |
Selain
mengingatkan dengan awan kinton dan Skypiea, aku juga ingat lagu “Negeri di
Awan”-nya Katon Bagaskara (sekaligus film Anak
Seribu Pulau) dan lagu “Bercinta di Awan”-nya Nicky Astria. Buuuulan madu di awan biruuuu… . Dia
salah. Awan itu putih, bukan biru. Hehe.
![]() |
Awannya putih! |
Selagi
kami menikmati pemandangan itu, kami ditawari permen oleh seorang pramugara.
Tak lama kemudian kami diberi makan siang. Makan siang pertama di langit! Nih
menunya:
![]() |
Menu ketika berangkat. Nyam, nyam.. |
Waktu
pulang ke Jakarta, kami tepat di jam makan malam. Jadilah, makan malam pertama
di langit! Ini menunya:
![]() |
Menu ketika pulang |
Dari
dua pengalaman itu, aku memperhatikan pramugara dan pramugari yang bertugas.
Mereka tampak sibuk dan dengan cekatan menyiapkan makan dan minum penumpang.
Sayangnya, karena kesibukan itu, mereka tampaknya tidak menyadari mereka
memberi senyum terbatas kepada kami—bukan jenis senyum bersahabat yang dipakai
sepasang penyambut di awal penerbangan. Apalagi dengan senyum seperti iklan di televisi. Ah, ya sudahlah. Manusiawi. Mungkin mereka lelah.
Oh
ya, satu tempat yang paling ingin aku ketahui: toilet pesawat. Selesai makan,
aku pergi ke toilet yang terletak di bagian belakang pesawat. Toiletnya apik,
bersih, dan semua tertata. Kalau sempit mah ya pasti. Namanya juga toilet di
pesawat. Sekembalinya dari toilet, Mama bertanya, “Gimana, Mbak? Di belakang
itu ada dapurnya juga?”
Si
Mama mikir kalau makanan yang kami makan tadi baru saja dibikin di dapur (yang
dia pikir ada di belakang pesawat) dan yang memasak makanan kami itu pramugari
yang bertugas di pesawat saat itu. Aku menjelaskan kalau itu katering. Sebelum Mama bertanya lagi tentang cara
memasukkan katering itu ke pesawat atau harga makanan tadi atau pesan makanan
di mana, aku melihat lagi ke luar jendela dan asyik ngobrol dengan adik tentang pemandangan di bawah.
![]() |
Kalau kamu dadah-dadah dari bawah sana, aku ndak lihat, lho! |
![]() |
Ini pemandangan menjelang mendarat di Pekanbaru. Lupa zoom berapa kali. |
Ketika
akan mendarat, Om Pilot memberitahukannya melalui pengeras suara (tentang
ketinggian pesawat juga diinformasikan sih). Pesawat berhasil mendarat dengan
mulus. Nggak semengerikan yang kukira. Alhamdulillah.
Meskipun
pada tanggal 27 Desember 2015, penerbangan sempat delay 30 menit dan ketika akan mendarat di Soetta mesti antre dulu
sehingga kami berputar-putar di atas laut selama kurang lebih 30 menit, secara
keseluruhan pengalaman pertamaku seru banget. Asyik deh naik Garuda Indonesia!
Kami, terutama Mama, nggak takut naik pesawat. Yay!
![]() |
Mama dan adikku berpotret ketika turun di Soetta |
![]() |
Aku mejeng di depan Bandara Sultan Syarif Kasim II (aih, kenapa sampingan sama tempat sampah sik?) |